desember 2010, mobil hardtop tua milik temanku berjalan agak tersendat dimedan yg becek dan agak berlumpur dikawasan pedesaan sekitar kabupaten bogor, hampir 3 jam kami menempuh perjalanan dari Jakarta menuju ketempat yg menurut herman, temanku ini, adalah tempatnya mojang-mojang cantik sebagai teman akhir pekan.
“ Gila lu her, ini sih tempat jin buang anak..” ujarku kepada herman yg memegang kemudi.
“ Tenang aja hen, bentar lagi juga nyampe..pokoknya lu kalo udah kesini bakalan ketagian, barangnya bagus-bagus, masih orisinil…” ujarnya meyakinkan, sambil pandangannya tetap tertuju pada jalan becek diperkampungan yg telah mernyerupai medan offroad itu.

Aku sebetulnya ikut ketempat inipun karna ajakan temanku ini, yg menurutnya sudah sekitar enam bulan lebih “malang- melintang” mencari hiburan dikawasan ini, yg berdasarkan ceritanya konon didesa X yg akan kami tuju ini banyak terdapat janda-janda yg bisa diajak kencan, dan yg menariknya, kita bisa dengan leluasa bermalam dirumah wanita itu layaknya suami istri, dan tanpa kawatir ada pihak yg usil, baik orang tuanya, tetangga, ataupun masyarakat sekitar,
menurutnya didesa itu hal seperti itu adalah lumrah adanya, dan masih menurut cerita temanku ini, bahwa wanita-wanita disana itu bukanlah sejenis pelacur-pelacur yg biasa menjajakan diri secara professional seperti di jakarta, jadi kesimpulannya masih belum banyak dijamah oleh lelaki-lelaki hidung belang.
“ Pokoknya masih orisinil lah.. cukup cuma kita bayar 300 ribu untuk sehari semalam, mereka sudah senang, mereka itu janda-janda yg enggak punya penghasilan hen, jadi mereka senang kalo ada orang seperti kita ini yg berkunjung, pokoknya kalo lu enggak percaya entar elu buktiin sendiri lah… itung-itung membantu perekonomian mereka hen.. ingat kata pak ustad, kita harus membantu janda-janda yg membutuhkan uluran tangan kita ha..ha..ha..” itu kata temanku waktu membujukku untuk ikut bersamanya.
Tertarik juga aku mendengar penjelasannya itu, kalau dipikir-pikir dengan uang 300 ribu kita bisa bebas “nancep” sehari semalam, bandingkan kalau kita memboking PSK di Jakarta, paling tidak 500ribu semalam, itupun belum termasuk hotel, minimal kita musti merogoh kocek sekitar 700 ribu untuk satu malam, dan yg pasti “barangnya” sudah pernah dipakai oleh berpuluh-puluh bahkan beratus-ratus lelaki, itu yg menjadi pertimbanganku, dan sebagai seorang bujangan berusia 28 tahun, yg berpenghasilan hanya tak lebih dari 5 juta sebulan, tentu aku harus pandai-pandai mempertimbangkan segala hal secara ekonomis, termasuk dana untuk memenuhi kebutuhan biologis.
Tak beberapa lama kemudian akhirnya kami tiba juga dirumah “gacoan” temanku itu, rumah yg sederhana dengan dinding yg separuh tembok dan sebagiannya lagi merupakan papan kayu yg disusun sedemikian rupa sebagaimana rumah kebanyakan didesa itu, bahkan sebagian rumah lain masih ada yg kondisinya jauh lebih memprihatinkan, untuk peneranganpun tak semua penduduk disini menggunakan listrik,
sebagian masih menggunakan lampu teplok kecil sekedar untuk menerangi rumah, dan jalan disinipun hampir seluruhnya masih jalan tanah tanpa aspal, sehingga pada saat musim hujan seperti ini jalan-jalan tersebut persis menyerupai kubangan kerbau, ironis memang, sebuah kawasan yg sebetulnya masih termasuk dalam wilayah jabotabek, yg kata orang adalah termasuk kawasan yg lebih maju dibanding wilayah lain dipulau jawa, tetapi mengapa disini sepertinya tak terjangkau oleh pembangunan, ah.. peduli amat, pikirku, toh tujuanku kesini hanya untuk bersenang-senang seperti yg dijanjikan oleh temanku ini.
Akhirnya kami turun dari mobil, didepan rumah tampak berdiri seorang wanita muda yg usianya aku taksir sekitar 22 tahun, wajah cukup cantik dengan kulit kuning langsat dengan body yg cukup proporsional, dan tentunya enak dilihat, bahkan bisa dibilang seksi, mengingatkan aku pada artis-artis dangdut ibu kota, mungkin wanita ini yg membuat temanku itu begitu tergila-gila, benar-benar kembang desa pikirku, pantas dia rela jauh-jauh datang kesini.
“ Ayo masuk mas..mangga..” ujar wanita itu mempersilahkan kami untuk masuk.
“ Kenalkan is, ini teman mas, namanya hendi..panggil saja mas hendi..” ujar herman.
“ Saya Euis..” ujar wanita itu memperkenalkan diri.
Setelah ngobrol-ngobrol sebentar, ditemani segelas kopi yg disuguhkan oleh euis, herman mulai menyinggung soal maksud dan tujuanku kesini.
“ Begini is, mas hendi ini pingin juga punya temen disini, ngomong-ngomong ada enggak temen kamu disekitar sini yg bisa “digoyang”.. tapi yg begini lho..” ujar herman sambil mengacungkan ibu jarinya.
“ Mmm.. ada mas, masih muda lagi, baru sebulan cerai dari lakinya.. waktu itu sih dia pernah ngobrol-ngobrol sama saya, katanya dia minta tolong untuk dikenalin kalau ada cowok dari Jakarta, saya sih cuma mau nolong saja sama temen, kasian mas, dia butuh duit, maklumlah baru jadi janda, gak punya penghasilan, nanti saya panggil dia kesini.. tapi kalau mas hendi enggak cocok enggak apa-apa nanti bisa saya carikan yg lain..” ujar euis,
seraya tak lama kemudian dia keluar rumah untuk memanggil temannya itu, dalam hatiku mengapa enggak ditelpon saja, yg akhirnya kemudian baru aku tau kalau wanita yg akan dijemput euis itu tidak memiliki pesawat telpon atau ponsel.
Cerita Seks Menikmati Memek Gadis Desa
Sekitar setengah jam kemudian euis datang, kali ini bersama dengan seorang wanita muda, kutaksir usianya sekitar 18 atau 19 tahun, dengan wajah cantik, hidung mancung, kulit kuning langsat cenderung putih, tinggi sekitar 160cm, tidak terlalu gemuk juga tidak terlalu kurus, bodynyapun cukup menawan, dengan bokong yg bulat dibalut oleh celana ketat selutut, sehingga memperlihatkan betisnya yg begitu bening, ternyata ada juga wanita seperti ini didesa terpencil seperti ini, mungkin inilah wanita yg dimaksud itu, semoga saja, pikirku, tapi apa iya wanita semuda ini sudah menjadi janda.
“ Ini temen euis yg dimaksud mas.. ayo kenalan dulu mas, jangan malu-malu atuh..koq jadi bengong begitu..” ujar euis kepadaku disaat pandanganku masih terpaku dengan wanita yg baru saja hadir itu.
“ Oh iya.. saya hendi..” sambil aku mengulurkan tanganku untuk berjabat tangan
“ Saya lilis mas..” balas wanita itu sambil membalas uluran tanganku sehingga kami berjabatan tangan, tangan yg terlihat putih dan halus itu ternyata kurasakan telapak tangannya agak kasar mungkin karna keadaan sehingga mengharuskan wanita secantik ini melakukan pekerjaan kasar, pikirku.
Setelah kami berbincang-bincang sebentar sekedar berbasa-basi, akhirnya euis menanyakan kepadaku.
“ Gimana mas hendi, mau main kerumah lilis enggak? “ Tanya euis sambil tersenyum, sebuah pertanyaan yg sebetulnya bisa diartikan sebagai permintaan kepastian apakah aku tertarik pada lilis atau tidak, dan dari senyumnya itu aku rasa euis sudah dapat menebak jawabanku.
“ Yah, saya sih oke..oke.. saja” jawabku mencoba untuk santai, agar tidak terlihat terlalu bernafsu
“ Ya udah kalo begitu tunggu apalagi.. langsung sana..” ujar herman, sepertinya meminta agar aku cepat-cepat meninggalkannya, mungkin sudah tidak sabar dia untuk cepat-cepat ingin berasik masuk dengan pujaan hatinya itu.
Akhirnya aku dan lilis berjalan kaki menuju kerumahnya, rumah lilis ternyata lebih terisolir lagi, bagaimana tidak aku katakan terisolir, untuk mencapainya saja kami harus menyebrangi sungai, potong jalan biar lebih cepat, begitu alasan lilis, beruntung airnya tidak terlalu dalam, namun arusnya cukup deras, sesekali lilis membantu menuntun tanganku disaat kami menapaki bebatuan sungai, agak malu juga aku sebagai seorang laki-laki yg harus dituntun oleh seorang wanita, tapi wajarlah aku pikir, toh aku belum pernah melalui medan yg seperti itu, sedangkan dia memang sudah menjadi kesehariannya, terpaksalah aku mengikuti tuntunannya, daripada nanti aku salah langkah dan jatuh terpeleset.
Lepas dari menyebrangi sungai, kini kami menyusuri pematang sawah yg lebarnya tak lebih hanya sekitar 30 cm, namun entah mengapa aku menyukai perjalanan seperti itu, terlepas karna aku bersama dengan wanita cantik disampingku, suasana alam pedesaan itu memang aku suka, bebas dari kebisingan suara kendaraan, bebas dari polusi udara dari asap kendaraan, dan bebas dari carut marutnya suasana kota Jakarta yg semakin hari kian sumpek dan tak karuan.
Disini aku rasakan alam memainkan perannya dengan semestinya, tidak seperti yg aku saksikan dijakarta, seolah alam telah diperkosa oleh berbagai macam kepentingan, sehingga alam tidak bisa lagi memainkan perannya secara lami.
Berbeda dengan yg aku rasakan didesa ini, semua aku rasakan berjalan secara natural, seperti burung-burung kecil yg beterbangan diantara padi-padi yg mulai menguning, atau kupu-kupu yg berpindahan dari satu bunga kebunga lainnya, atau bila aku melihat kebawah, disepanjang tepi pematang terdapat selokan kecil yg airnya jernih, sehingga tampak jelas sekumpulan ikan kecil yg berenang sambil menyodok-nyodokan mulutnya pada tumbuhan lumut untuk dimakannya, suatu keindahan yg alami pikirku, sealami keindahan dan kecantikan lilis,
ya, lilis kuakui adalah wanita yg memiliki kecantikan dan keindahan yg alami, atau yg seperti dikatakan herman “orisinil”, bukan karna polesan kosmetik atau kepiawaian seorang ahli kecantikan dalam polesannya, apalagi oprasi hidung, mata, dagu, suntik silicon, sedot lemak, bleacing atau apalah namanya itu semua, yg akhir-akhir ini rela dilakukan oleh beberapa wanita di ibukota demi untuk kesempurnaan penampilannya, walaupun dengan segala resiko yg harus mereka tanggung.
Seperti halnya lilis dan euis, wanita-wanita didesa ini menjalani hidupnya secara alami dan hanya mengikuti alurnya, dalam artian mulai dari mereka lahir, lalu tumbuh menjadi gadis remaja dan menemukan jodohnya. Dan dalam menentukan jodohpun mereka tak terlalu berpikir sedemikian jlimet dengan mempertimbangkan bibit,bobot dan bebet.
Asal mereka laku dan ada pria yg bersedia menjadi suaminya, meski usia mereka masih 16 atau 17 tahun mereka akan kawin, kawin adalah suatu kehormatan ketimbang menjadi perawan tua, begitu pikir mereka. namun akhirnya seiring jalannya waktu dan terdorong oleh berbagai kebutuhan akhirnya terjadilah perceraian, bagaimana tidak sebagai seorang suami yg tanpa pekerjaan tetap, dan hanya luntang lantung, satu tahun mungkin masih bertahan, namun selanjutnya, bubar jalan, dan “terciptalah” janda, janda muda tentunya.
Namun juga sebaliknya, apabila sisuami itu sukses secara ekonomi, biasanya mereka cenderung untuk ingin kawin lagi, mungkin merasa secara ekonomi dia sanggup menghidupi lebih dari seorang istri, yg akhirnya itupun menjadi masalah, karna sebagian besar wanita tak sudi untuk dimadu, dan akhirnya dia lebih memilih untuk diceraikan, dan lagi terciptalah janda.
Akhirnya kami tiba ditepi empang yg tak seberapa luas, sesekali tampak beberapa ekor ikan muncul kepermukaan untuk kemudian masuk kembali kedalam air kolam yg agak kehijauan itu. diatas empang itu terdapat rumah yg tak jauh berbeda dengan rumah euis, yg ternyata adalah rumah orang tua lilis,
kemudian kami menuju kerumah itu dengan jalan yg agak mendaki, ternyata rumah itu memiliki halaman yg cukup luas, yg disalah satu sudut halaman itu terdapat semacam bangunan yg tidak permanen dengan menggunakan tiang bambu dan beratapkan daun kelapa yg sekedar untuk melindungi dari terpaan panas matahari bagi seorang wanita dengan kepala dan wajah tertutup oleh kain, menggunakan baju kaos lengan panjang yg agak lusuh dengan bawahannya dibalut kain sarung, ditangan wanita itu memegang palu yg dengan sigapnya dihantamkan pada bongkahan batu kali yg besar,
rupanya wanita itu sedang memecahkan batu kali untuk dipecahkan menjadi kecil-kecil sebagai bahan bangunan, yg kemudian aku ketahui bahwa itu adalah ibunya lilis, yg mendapatkan penghasilan dari memecahkan batu kali yg didrop oleh pengepul dgn masih dalam bentuk bongkahan batu yg besar-besar, untuk kemudian dipecah menjadi beberapa bagian kecil,
dan untuk pekerjaan itu, ibu lilis memperoleh upah dengan hitungan perkubiknya, entahlah berapa ribu rupiah upah yg didapat untuk setiap kubiknya, yg pasti tidaklah besar, dan selama ini pula lilis pun ikut membantu sang ibu dalam pekerjaannya itu, dari situlah baru aku paham mengapa telapak tangan lilis begitu kasar.
“ Mih, ini temen lilis.. dari Jakarta..” ujar lilis, agak berteriak, mendengar itu perempuan yg sedang asik dengan pekerjaannya itu berhenti sejenak.
Mangga.. silahkan masuk jang..” ujar ibu lilis, seraya kembali tangannya diayunkan untuk menghantamkan palunya kepada bongkahan batu yg hendak dipecahkannya.
Akhirnya kami masuk kerumah lilis, diteras tampak seorang pria setengah baya agak kurus, duduk sambil menikmati sebatang rokok, yg kemudian aku tau bahwa itu adalah ayahnya lilis.
“ Mangga jang, silahkan masuk.. maaf berantakan, maklumlah dikampung..” ujarnya ramah, seraya menyodorkan tangannya kearahku untuk bersalaman.
Aku duduk diruang tengah sambil menikmati segelas kopi yg disuguhkan lilis, sementara lilis menemaniku dengan duduk tepat disampingku.
“ Mas hendi mau mandi dulu?, biar seger mas..” tawar lilis, yg langsung aku iyakan, karna memang terasa lengket sekali badanku oleh keringat.
Seusai mandi kembali aku duduk ditempat yg sama, kemudian lilis meninggalkan aku, juga untuk pergi mandi.
Beberapa menit kemudian lilis muncul, kali ini dengan mengenakan daster tanpa lengan yg agak tipis, cantik sekali aku lihat lilis saat itu, membuatku agak sedikit terpukau, sebelum dia menawarkan untuk istirahat dikamarnya.
“ Mas, ayu kita istirahat dikamar aja.. nanti mas saya pijitin, keliatannya mas hendi capak ya..?” ujar lilis.
“ Oh iya, boleh..” jawabku agak gugup, seraya aku ikuti lilis yg berjalan menuju kamarnya.
Kamar yg sederhana namun cukup bersih, terdapat jendela yg menghadap kearah empang, dari jendela itu kulihat ayah lilis sedang menaburkan sesuatu kedalam empang, mungkin pakan ikan, yg kemudian aku tau bahwa empang itulah yg menjadi sumber mata pencaharian keluarga lilis, menurutnya sekitar 3 bulan sekali ikan-ikan itu siap untuk dipanen, bersamaan dengan itu pula tengkulak-tengkulak datang untuk mengangkut seluruh ikan-ikan yg sudah siap dipasarkan itu, Bokep Barat
menurut lilis pula bahwa hasil dari ternak ikan itu juga tak seberapa besar, tidak cukup untuk biaya hidup 2 bulan, jadi untuk menutup kebutuhan yg satu bulan lagi, mereka mengandalkan upah dari memecah batu yg dilakukan oleh ibu lilis dan dibantu oleh lilis sendiri,
menurutnya ayah lilis sudah tidak lagi mampu untuk melakukan pekerjaan yg berat, disebabkan dulu waktu ayah lilis masih bekerja dijakarta sebagai pekerja bangunan, pernah mengalami kecelakaan kerja yg menyebabkan beberapa tulangnya patah dan tidak bisa difungsikan lagi secara sempurna, dan bukan hanya itu, ada beberapa saraf-saraf ayah lilis yg tak lagi dapat berfungsi secara normal, beruntung sampai saat ini masih dapat bertahan hidup walaupun dengan kondisi yg seperti itu.
“ Mas hendi bajunya dibuka aja, biar lilis enak mijitnya…” ujar lilis, seraya kuturuti sarannya itu, kubuka pakaianku sehingga hanya menyisakan celana dalamku saja, aku tak sungkan, toh lilis pun sudah mengerti apa maksud kedatanganku kesini. Lalu kubaringkan tubuhku telungkup diatas ranjang itu, lilis duduk disampingku seraya telapak tangannya mulai membalurkan cairan baby oil keseluruh punggungku, terasa kasar telapak tangan lilis dipunggungku, tapi itu sama sekali tak menggangguku, justru ada sensasi tersendiri yg kurasakan.
Kemudian lilis mulai memijit, diawali dari belakang leherku kemudian pundak, cukup bertenaga kurasakan pijitan tangan lilis, serasa sampai kesendi-sendi tulangku.
“ Terlalu keras enggak mas..?” Tanya lilis
“ Enggak apa-apa lis, mantep malah..biar pegel-pegelku cepet hilang..” jawabku
“ Tangan lilis kasar ya mas..? maklum mas, soalnya lilis suka bantuin emak mecahin batu kali..yah mau gimana lagi mas, emang sudah keharusan..” ujar lilis, nadanya terdengar seperti menyesali.
“ Enggak apa-apa lis, malah enak, kayak ada rasa geli-gelinya gitu he..he..he..” jawabku
“ Ah si mas bisa aja..” kali ini kulihat wajahnya tersenyum
Kini tangan lilis mulai memijit area pahaku, lalu tangan itu terus merayap lebih keatas hingga nyaris kearah selangkanganku, uh..nikmatnya , batang zakarku kurasakan mulai berdiri, dan rupanya lilis paham dengan apa yg aku rasakan, semakin agresif selangkanganku dipijitnya hingga sedikit menyentuh pada testisku, geli kurasakan sampai-sampai pantatku agak kunaikan keatas, kulirik kearah lilis, kulihat dia tersenyum, manis sekali senyumnya, pikirku.
“ Mas, sekarang telentang aja, biar lis pijit depannya..” ujar lilis, yg segera aku turuti.
Kini posisiku telentang menghadap kelangit-langit kamar, kulihat lilis tersenyum saat matanya tertuju pada celana dalamku yg ternyata saat itu batang kontolku berdiri, sehingga terlihat mengacung dibalik celana dalamku . agak malu juga aku, ah tapi setelah kupikir, mengapa mesti malu, toh lilis pun sudah paham.
Kini lilis membaluri pahaku dengan baby oil, diratakannya sejenak keseluruh area pahaku, barulah kemudian mulai memijit pahaku, tak beberapa lama kembali lilis memijit kearah selangkanganku, punggung tangannya menyentuh-nyentuh biji pelirku menambah tegang batang kontolku sehingga tambah mengacung tegak.
“ Sempaknya dibuka aja ya mas..? ujar lilis setengah berbisik, yg aku jawab dengan mengangguk.
“ Iiihh.. gede amat mas, dulu mantan suami lilis mah enggak segede gini, hi..hi..hi..” ujar lilis sedikit terkejut saat melepas celana dalamku
“ Emang segede mana lis..? “ tanyaku
“ Lebih kecil mas, paling cuma separuhnya..” jawabnya sambil tangannya mengurut-urut dengan lembut batang kontolku.
“ Kurang nikmat ya mas, kalo dikocok pakai tangan lilis, soalnya tangan lilis kasar..” ujar lilis, memang sih, terasa seperti digosok-gosok benda kasar rasanya batang kontolku, namun sebetulnya menurutku oke-oke saja, cukup nikmat, baby oil yg membaluri batang kontolku cukup membantu menambah licin kocokan tangan lilis.
“ Lilis kocokin pakai mulut lilis aja ya mas..? pasti enggak kasar deh..” ujar lilis sambil sedikit menundukan kepalanya kearah wajahku, kurasakan udara dari nafasnya yg hangat dipipiku.
“ Boleh lis, siapa takut..” ujarku, lalu dielapnya sebentar batang kontolku dengan menggunakan dasternya, mungkin dimaksudkan untuk menyeka sisa-sisa baby oil yg melekat pada batang kontolku.
Kini lilis mulai menjilati kontolku, digelitik-gelitiknya dengan lembut batang kontolku dengan menggunakan ujung lidahnya, nikmat kurasakan hingga kupejamkan mataku sejenak, lalu lidah itu menjalar menuju biji pilirku, kali ini dikulum dan diemut biji pelirku dengan mulutnya, tak lama kemudian kembali lidah itu menyapu kebatang kontolku, lalu menggelitik kepala kontolku, betapa ngilu aku rasakan terutama saat ujung lidahnya menjilti lubang kencingku.
“ Gimana mas, mulut lilis enggak kasar kan..? “ ujarnya sambil tersenyum
“ Enggak lis, lembut, enak..terusin lis..aaaahhhhhh…”
Nikmat kurasakan jilatan lidah lilis menyapu diseluruh area batang kontolku, bahkan kali ini mulai dikulum batang kontolku dan dikocokannya naik turun dengan mulutnya. Sambil mengulum batang kontolku sesekali tatapan lilis tertuju padaku mungkin ingin mengetahui reaksiku saat menikmati hisapannya.
Semakin lama semakin dahsyat mulut lilis mengulum kontolku, serasa hampir ditelannya seluruh batang kontolku hingga menyentuh kerongkongannya, air liur mulai banyak menetes disela-sela bibirnya sehingga menimbulkan bunyi yg gemelocok saat mulutnyaa mengocok turun naik ghlokk..ghlokk..ghlokk.. suara yg terdengar begitu merangsang bagiku, menambah gairahku semakin besar.
Tak tahan aku melihat lilis yg sedang mengoral batang kontolku sedemikian rupa, aksinya itu terlihat begitu seksi dimataku, terutama disaat matanya yg terus menatapku sambil mengulum batang rudalku, tatapan itu begitu menggoda, dan menantang, tak tahan aku melihatnya, seraya kutarik kepalanya hingga wajahnya mendekati kewajahku, kulumat mulutnya yg masih belepotan oleh air liurnya sendiri, dengan rakus kami saling berpagutan, kurasakan lidahnya bermain didalam mulutku, lidah itu mulai menggelitik-gelitik rongga mulutku dan lidahku, air liurnya kurasakan menetes dalam mulutku yg kuhirup dengan rakus, kutelan.
Puas kami berciuman, kubuka daster tipis lilis yg masih membaluti tubuhnya, tampaklah tubuh yg sebelumnya terbalut oleh daster itu, tubuh yg putih, mulus nyaris tanpa noda, kuraba mulai dari leher, bahu, lalu punggungnya, kurasakan kulitnya begitu lembut dan halus, kontras sekali dengan telapak tangannya yg kasar.
Kini pandanganku tertuju pada buah dada yg masih terbungkus oleh kutang, buah dada yg indah walaupun hanya kulihat belahannya saja dari atas, tak sabar aku untuk melihat secara keseluruhan, kubuka kawat pengaitnya sambil lilis membantu membukakannya, dan kali ini terpampanglah didepan mataku buah dada yg indah dan lumayan besar, walaupun tidak terlalu besar,namun bentuknya itu sangat proporsional, bulat dan padat, dengan putingnya yg agak berwarna merah jambu.
Sebelumnya sejak perjalanan dari Jakarta aku membayangkan bahwa wanita-wanita yg ada didesa ini paling-paling berkulit agak hitam, busik, dan mata kaki agak bersisik, khas tipikal penduduk desa yg pernah aku kunjungi dulu waktu aku kemping didaerah pedalaman jawa barat saat masih SMA, tapi aku berpikir, ah, enggak apa-apa lah, yg pentingkan barangnya masih orisinil dan masih belum banyak dimasuki oleh batang-batang kontol,
itu pertimbanganku sebelumnya, namun kenyataan yg aku dapati disini sungguh diluar dugaanku, bahkan kulitnya jauh lebih bersih dan lembut dari pelacur-pelacur Jakarta yg sering aku ajak kencan, bahkan kalau aku membanding-bandingkan tidak kalah juga dengan artis-artis ibu kota, kecuali telapak tangannya.
Dengan gemas kuremas payu dara itu dengan kedu tanganku, tentu saja masih belum puas, seraya kukulum putting susunya, ku emut dengan rakus, kulihat lilis memejamkan matanya menikmati aksi yg aku lakukan, dari mulutnya terdengar desahan yg lembut, puas mengulum putting yg sebelah kiri, kuberalih menikmati putting susu yg sebelah kanan, reaksi lilis semakin menjadi, kali ini tangannya merangkul kepalaku, seolah-olah tak ingin kalau aku menyudahi kulumanku pada putting susunya.
” Zzzzzzzzz…aaaaahhhh… maaasss, terus mas..enak mas, aaahhhhh…” gumam lilis pelan, seolah hanya berbicara pada dirinya sendiri.
Sekitar lima menit aku menikmati putting susu wanita desa itu, lalu kulepaskan pagutanku dari buah dadanya kukecup bibirnya dengan lembut, dan kubisikan ditelinganya.
” Lis, dibuka celana dalamnya ya..? mas, mau jilatin memek kamu..” bisikku dengan lembut
” Emang mas hendi enggak jijik jilatin memek lilis..” jawab lilis, agak kaget sepertinya mendengar ucapanku.
” Enggak dong sayang… kamu saja enggak jijik ngisep kontol mas, iya kan? “ujarku
” Tapi lilis belum pernah mas, dulu laki lilis enggak pernah jilatin memek lilis, tapi kalau minta kontolnya diisep sih sering..” ujarnya
” Itu artinya suami lilis dulu enggak sayang sama lilis..” jawabku
” Iya kali, emang orangnya maunya enaknya doang.. tapi memangnya mas hendi sayang sama lilis..? ” Tanya lilis
” Tentu dong, mas sayang sama lilis, bodoh sekali laki-laki yg enggak sayang sama cewek secantik lilis ” jawabku, sedikit gombal tentunya, atau banyak gombal barangkali he..he..he..
” Aaahh.. mas hendi bohong..” jawabnya manja, seraya mencubit pahaku, walaupun demikian kulihat wajahnya bersemu merah, seolah perkataanku itu membuatnya begitu tersanjung, tak sia-sia rayuan gombalku, pikirku.
Dengan perlahan kulepas celana dalam yg masih membungkus selangkangannya, dan terpampanglah vagina lilis didepan mataku, memek yg indah, dengan bibir vagina yg tidak terlalu tebal berwarna agak kemerahan, bulu-bulu halus menghiasi bagian atasnya, jembutnya belum terlalu lebat pikirku, usia memang tidak bisa dibohongi, walaupun lilis sudah janda tapi usianya masih tergelong ABG, sehingga organ intimnyapun sebagaimana anak anak ABG, masih terlihat imut, seimut wajahnya.
” lilis berbaring aja ya..? biar mas gampang jilat memek lilis..” ujarku lembut yg langsung dituruti lilis dengan membaringkan tubuhnya diranjang, lalu kedua kakinya kurentangkan, dan, wooww sampai menelan ludah aku saat menyaksikan memek lilis yg terbuka memperlihatkan “jeroan”nya, betapa lubang memek itu berwarna merah jambu dengan klitorisnya yg mungil, tak kuasa aku memandangnya untuk berlama-lama, kudekatkan wajahku pada lubang memek yg terbuka lebar itu, kulirik sejenak kewajah lilis, kulihat lilis menatapku, sepertinya dia masih menantikan apa yg selanjutnya akan aku perbuat.
Kusibak memek itu dengan dua tanganku, sehingga bertambah lebar terbuka, kuhirup sesaat aromanya, tercium aroma yg khas yg makin membangkitkan birahiku, kujulurkan lidahku dan mulai menjilati sekitar lubang memeknya, memek yg mulai basah, agak sedikit asin kurasakan, kudengar ada lenguhan tertahan dari mulut lilis, kulirik sejenak, kali ini matanya kulihat terpejam, dan mulutnya sedikit menganga, dari reaksinya sepertinya memang betul seperti apa yg dikatakannya bahwa dia memang belum pernah merasakan memeknya dioral oleh mantan suaminya dulu.
” Zzzzz…aaahhhhh.. enak banget masssss, aduuuuhhhh…” gumam lilis, sambil tangannya meremas-remas rambutku, sepertinya lilis begitu menikmati aksi yg kuberikan.
Setelah puas kujilati lubang vaginanya hingga kedinding-dinding bagian dalamnya, kini kualihkan jilatanku pada klitorisnya, sesekali kuemut “kacang” itu dengan lembut.
” Aaaaaahhhhh.. enak betuuulll, itil aing dijilatin…uuuhhhhh..” gumamnya, memeknya kurasakan semakin basah, bertanda birahinya semakin memuncak.
Beberapa saat kemudian kuhentikan jilatanku pada memek lilis, seraya kuarahkan batang kontolku pada lubang memeknya, dengan bantuan tanganku kubimbing agar ujung kontolku tepat kearah yg kuinginkan, yaitu lubang senggamanya, setelah kurasakan pas, bless..kutekan dengan perlahan, licinnya cairan memek lilis mempermudah batang kontolku menembus lubang memeknya, kulihat desahan lembut lilis bersamaan dengan proses masuknya batang kontolku untuk yg pertama kalinya.
Mulai kupompakan pantatku maju mundur, sambil kedua tanganku memegang kedua pahanya, jelas kurasakan perbedaannya memek perempuan desa ini dengan pelacur2 yg sering kupakai dijakarta, memek lilis kurasakan lebih sempit, batang kontolku serasa dijepit oleh sesuatu, hingga kurasakan begitu nikmat, legit.
” Aaaaahhhh… terus mas, terus… entot memek lilis mas…uuuuuhhhhh…” racau lilis, sambil kedua tangannya memegang bokongku, semakin bersemangat aku memompakan batang kontolku dalam memeknya.
” Aaahh… Enak kan lis?, kontol aku enak kan lis? Gimana rasanya dibandingkan dengan kontol mantan suamimu dulu lis…uuuhhh ” ocehku
” Aaaaahhh…jauh mas, jauh… kontol mantan laki saya sih kecil, mana enggak enak lagi.. aaahhh..” jawab lilis, semakin besar kepala aku dibuatnya oleh jawaban lilis itu, hingga ku lumat bibirnya dengan rakus, sehingga menghentikan racauan dari mulutnya.
Beberapa menit telah berlalu, semakin gencar batang kontolku berpenetrasi didalam lubang memek lilis, kurasakan birahi lilis semakin tinggi dengan memeknya yg semakin basah, nafasnya yg memburu, dan dari mulutnya semakin bising keluar ocehan-ocehan yg tak begitu jelas artinya karna menggunakan bahasa sunda.
Hingga akhirnya tubuhnya seperti kejang dan dipeluknya punggungku dengan erat, nyaris kuku-kuku jarinya melukai punggungku akibat cengkramannya yg cukup kuat, dari mulutnya keluar raungan yg panjang.
” Aaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaahhhhhhhhhhh…..” hanya itu yg keluar dari mulut lilis, untuk kemudian cengkramannya mulai mengendor, hingga akhirnya terlepas sama sekali, kini tubuhnya hanya telentang pasrah mengikuti ayunan pantatku yg semakin gencar, dari wajahnya yg berkeringat dan tampak lemas, terbersit senyum dibibirnya, senyum kepuasan.
Aku masih memompakan batang kontolku didalam memeknya yg sudah demikian basah oleh air mani lilis, sehingga terdengar suaranya sedemikian ramai jrroottt..jrroott..jrroottt… mengingatkan aku pada suara sepatuku yg basah sehabis menyebrang sungai tadi, yg setelah aku pakai berjalan menimbulkan suara bising seperti ini.
Hingga beberapa menit kemudian kucabut batang kontolku dari lubang memeknya, kubaringkan tubuhku telentang, dan kusuruh lilis untuk jongkok diatasku dengan posisi woman in top (WOT).
Digenggamnya batang kontolku yg berdiri mengacung, sambil berjongkok dituntunnya kearah lubang memeknya, dan setelah dirasakannya tepat pada sasaran, diturunkan pantatnya bless.. masuklah batang kontolku didalam memeknya dengan tandas, seraya mulai digerakannya pantatnya naik turun secara berirama. kurasakan betapa nikmatnya batang kontolku dikocok-kocok oleh memek lilis dengan berjongkok seperti itu,
aku hanya diam pasif, kali ini lilis lah yg sepenuhnya memegang kendali permainan, sementara sambil berbaring telentang aku hanya menyaksikan bagaimana lilis dengan tenaga penuh menaik turunkun pantatnya dengan kedua telapak tangannya yg bertumpu pada dadaku, buah dadanya ikut bergerak-gerak seirama dengan gerakan naik turun tubuhnya, dan keringat semakin membasahi sekujur badannya, sehingga tampak licin berkilat,
beberapa tetes keringat dari lehernya jatuh menetes didada dan wajahku, bahkan satu dua tetes ada yg masuk kemulutku, asin kurasakan, namun tetap kutelan. sesekali rambutnya yg terurai menutupi wajahnya disibakannya sambil terus memompa. Setelah mengalami klimaks yg pertama tadi, sepertinya gairah lilis kembali bangkit, itu dapat kulihat dan kurasakan dari ekspresinya dan nafasnya yg memburu.
Dengan tubuh yg berkilat oleh keringat dan rambut yg mulai basah serta nafas yg memburu, bagiku lilis terlihat begitu eksotis, tampak lebih menarik dia, hingga mengantarkan diriku semakin mendekati pada puncak kenikmatan, pantatku mulai kunaikan keatas mengimbangi kocokan lilis, dan akhirnya sampai juga klimaks yg pertama kurasakan bersamaan dengan lenguhan panjang yg keluar dari mulutku,
kudekap tubuh lilis dengan kuat, hingga tubuhnya kini telungkup diatasku, kukecup dengan rakus bibirnya, kini pantat lilis tidak lagi bergerak maju mundur, berganti pantatku yg kali ini yg turun naik menghantamkan batang kontolku didalam memek lilis, cukup banyak kurasakan semprotan sepermaku didalam rahim lilis, hingga beberapa detik kemudian aku terdiam terkapar pertanda tuntas sudah hajatku untuk yg pertama dengan lilis.
Disaat aku terdiam dan tak bereaksi, lilis bangkit dari posisi telungkupnya, kini ia kembali jongkok dan digoyangkan pantatnya naik turun, tak sampai satu menit dihentikan goyangannya dikarnakan batang kontolku sudah tak lagi tegak seperti tadi, sehingga tidak memungkinkan untuk melakukan penetrasi, lilis hanya tersenyum sambil mencabut batang kontolku yg sudah lemas dan mulai mengecil,
namun dari senyumnya itu aku dapat melihat adanya kekecewaan, yg tentu saja dikarnakan hasratnya yg mulai kembali bangkit ternyata harus terhenti sampai disitu, namun sepertinya lilis segera memahami posisinya sebagai “pelayan”, sedangkan aku sebagai klien, dan tugas seorang pelayan adalah memberi kepuasan kepada klien, bukan sebaliknya.
” Maaf ya lis.. kamu masih kepingin ya? ” ujarku, sambil mengecup kening lilis yg saat itu berbaring disampingku sambil memeluk dan menyandarkan kepalanya didadaku.
” Ah enggak apa-apa mas, kan lilis tadi udah duluan..” ujarnya, seraya kubelai rambutnya yg telah basah oleh keringat.
Untuk beberapa saat lilis memeluk tubuhku dengan tangan kirinya dan kepalanya menyandar dengan manja didadaku, dan dengan tubuh kami yg masih bugil, sebelum akhirnya aku dengar suara seorang wanita dari luar kamar yg menyudahi kemesraan kami.
” Lis, masnya diajak makan dulu… sudah hampir jam satu..” ujar suara dari luar kamar
” Iya mih.. tunggu sebentar..” teriak lilis.
Akhirnya kami keluar dari kamar, aku hanya mengenakan celana pendek dengan t-shirt. lilis mengajakku ke sebuah balai-balai bambu dengan ukuran sekitar 2×2 meter, tampak diatasnya hidangan makan siang telah siap, dengan nasi didalam bakul bambu yg masih mengepul asapnya, daun singkong rebus didalam piring kaleng, sambal yg masih didalam cobek batu, dan dipiring yg lain aku lihat beberapa potong ikan lele goreng. Hidangan sederhana yg sangat membangkitkan selera pikirku, tak sabar aku untuk mengisi perut keroncongan ini, setelah berasik masuk dengan lilis tadi memang cukup menguras tenaga, yg sudah pasti berdampak pada perut ini yg minta diisi.
” Ayo mas, silahkan dimakan.. ya beginilah makanan dikampung, seadanya.. maaf kalau cocok, adanya cuma ini.. ” ujar lilis, seraya duduk lesehan diatas dipan, yg segera aku mengikutinya.
” Wah, ini sih luar biasa lis, mantap…” ujarku
Belum sempat kami menuangkan nasi kedalam piring, datang seorang wanita yg usianya kutaksir tak lebih dari 37 tahun, wanita yg cantik, pikirku, kulitnya putih seperti kulit lilis, dengan hidung juga mancung, rambutnya diikat keatas menggunakan penjepit rambut, sehingga memperlihatkan leher dan tengkuknya yg putih mulus, tubuhnya sedikit lebih gemuk dan padat dibandingkan dengan lilis, daster tanpa lengan yg membalut tubuhnya memperlihatkan lengannya yg agak berotot, lekukan tubuhnya bak gitar spanyol dengan bokong yg padat berisi.
” Ini lalapannya..baru dipetik dari kebun ” ujar wanita itu, sambil meletakan sebaskom daun-daunan segar yg belum dimasak, entah daun apa itu akupun tak terlalu paham.
Merasa baru pertama kalinya aku bertemu wanita ini, dan seperti biasa untuk sekedar beramah tamah aku menjulurkan tanganku untuk bersalaman.
” Hendi…” ujarku, memperkenalkan diri.
” Komariah.. biasa dipanggil kokom..” ujarnya
” Mbak kokom, kakaknya lilis?” tanyaku, sekedar ingin tau.
Mendengar pertanyaanku itu wanita yg bernama kokom ini hanya tersipu, dan wajahnya yg berkulit putih itu tampak sedikit kemerahan, lalu tumpahlah tawa dari mulutnya, sehingga memperlihatkan deretan gigi putihnya yg berjejer dengan rapi, karuan membuat aku celingukan kebingungan karna tak mengerti dengan sikap mbak kokom ini, sebelum akhirnya lilis nyeletuk.
” Itu kan mamih, ibu lilis, yg tadi diluar mecahin batu, kan mas hendi sudah liat atuh…” ujar lilis, juga sambil tertawa.
” Astaga.. maaf bu, maaf.. saya enggak tau.. habis tadi waktu diluar wajah ibu tertutup pakai kain, jadi saya enggak ngenalin..” ujarku meminta maaf.
” Ah..enggak apa-apa mas, mamih malah GR tuh, hi..hi..hi..” celetuk lilis, yg langsung dicubitnya lengan lilis oleh ibunya itu.
Jadi rupanya ini wanita pemecah batu tadi, yang oleh lilis biasa dipanggilnya mamih, seperti sebagian besar warga desa itu dalam menyebut ibunya, aku pernah menyebutnya mami, namun oleh lilis diralat, menurutnya bukan mami, tetapi mamih, pakai “h”, aku hanya tersenyum, apa bedanya, kubilang, tapi malah dia bilang begini “beda dong mas, kalau mami itu kan untuk orang-orang kaya, seperti papi,mami gitu, kalau mamih, itu sebutan ibu untuk orang sini..” begitu menurutnya, ah, terserahlah, pikirku, apa pentingnya.
Benar-benar tak kusangka si mamih ini, wanita secantik ini melakukan pekerjaan kasar yg sepantasnya dilakukan oleh seorang pria, yah, itulah keadaan, yg membuat dia memang harus melakukan pekerjaan seperti itu, demi untuk menyambung hidupnya, benar-benar wanita yg perkasa, pikirku.
Secara pisik, kokom tak kalah bila dibandingkan dengan istri-istri pejabatan dan pengusaha kaya dijakarta, hanya nasiblah yg membedakan, dan kokom hanyalah istri seorang mantan kuli bangunan yg sekarang nyaris lumpuh karna kecelakaan kerja yg dialaminya, kokom termasuk seorang istri yg setia yg tetap mendampingi suaminya itu, walaupun bisa saja dia mencari laki-laki lain yg lebih mapan, toh penampilan kokom masih sangat mendukung untuk itu.
Akhirnya kami menikmati makan siang, sementara kokom meninggalkan aku berdua dengan lilis, nikmat sekali makanan yg disediakan oleh kokom ini, walaupun hanyalah hidangan sederhana, namun begitu pas dilidah ini, mungkin karna semua hidangan ini memang masih segar dan dihasilkan dari proses pertumbuhan yg berlangsung secara alami,
seperti nasi yg kumakan ini dihasilkan langsung dari persawahan disekitar sini dengan sistim pertanian yg alami, bukan dengan teknologi kimiawi dengan maksud agar pertumbuhan menjadi lebih cepat, sehingga mengabaikan kualitas dan rasa dari nasi itu sendiri, dan masaknyapun dengan cara diliwet, bukan dengan rice-cooker listrik, begitupun dengan daun-daunan ini begitu segar dan cocok sebagai teman sambal, lalu ikan goreng ini, yg pasti baru saja diambil dari kolam belakang rumah,
rasanya pun begitu pas dilidah, berbeda dengan ikan goreng yg sering aku makan dirumah makan, yg rasa bumbunya begitu mendominasi, sehingga justru menghilangkan cita rasa ikannya sendiri. Yah, memang disini semuanya terasa alami, begitu organic dan natural, begitu pula dengan lilis yg telah aku buktikan sendiri tadi, begitu organic dan natural, ah, keterlaluan sekali aku, menyamakan lilis dengan makanan.
Sementara diluar mulai terdengar lagi suara ketukan palu yg menghantam batu, rupanya kokom telah kembali dengan tugas rutinnya.
Setelah menghabiskan 2 piring nasi dengan 2 potong ikan goreng, akupun duduk diteras rumah sambil menikmati sebatang rokok ditemani lilis. Tiba-tiba ponselku berbunyi, rupanya herman menelponku.
” Gimana bro..cocok enggak? ” Tanya herman, dari ponselku
” Yah, boleh lah..” jawabku santai, sambil melirik lilis yg sedang menyapu lantai teras
” Boleh apa boleh? ” Tanya herman lagi, sedikit menggoda
” He..he..he.. mantaaaaaappp… tau aja lu ada tempat asik disini..” jawabku, kali ini setengah berbisik
” Ya tau dong…, herman gitu looohhh…,ha..ha..ha.. oke deh selamat bersenang-senang bro..” ujar herman, seraya menutup pembicaraan.
Smartphone yg masih dalam genggamanku tak langsung kuletakan, kukotak-katik sejenak untuk membuka jaringan internet, sial, ternyata jaringan internet didesa ini kurang bagus sinyalnya, lalu kulihat lilis yg masih menyapu, dengan iseng kurekam dengan ponselku, agak salah tingkah lilis melihat apa yg kuperbuat.
Beberapa saat kemudian kusudahi merekam lilis dengan adegan menyapunya, kulihat hasilnya sambil sesekali tersenyum, rupanya lilis penasaran dan menghampiri aku untuk menyaksikan hasil rekamannya, setelah tayangan video lilis selesai, lilis memintanya untuk diputar lagi dari awal. Aku turuti permintaannya, kelihatannya dia sangat tertarik dengan rekaman dirinya itu, kucari file video yg dimaksud, tetapi ternyata aku salah memutar file video, dan justru file video porno yg kusimpan di ponselku yg kuputar, lilis sempat melihat, dan dengan cepat aku matikan, dan setelah kudapatkan file video yg diinginkan aku tekan tombol play, kembali layar monitor ponselku menayangkan rekaman video lilis yg sedang menyapu, yg langsung kuserahkan pada lilis.
” Mas, coba video yg tadi diputer dong..! ” pinta lilis, setelah selesai menyaksikan tayangan video dirinya yg sedang menyapu.
” Video yg mana..? tanyaku
” Itu, yg tadi, video orang lagi gituan..” ujar lilis, mengertilah kini aku, apa yg dia maksud, seraya aku kutak-katik sebentar ponselku dan kuputar file video porno, lalu kuserahkan ponselku pada lilis
Dengan serius lilis menyaksikan tayangan video yg berdurasi cukup panjang itu, giliran aku yg bengong sendiri sambil menikmati rokok sampurna A-mild kegemaranku. Ah, biar saja lah.., pikirku, sukur-sukur dia terobsesi dengan adegan-adegan divideo tersebut, dan minta untuk direalisasikannya denganku nanti, sehingga akan lebih inovatif dan variatif he..he..he..
” Emang belum pernah nonton film gituan lis..? ” tanyaku, yg hanya dijawab dengan gelengan kepala oleh lilis, sambil pandangannya tetap tertuju pada layar monitor ponsel, kampret.., pikirku.
Dengan meninggalkan lilis yg masih sibuk dengan “mainan barunya”, aku berkeliling sendiri disekitar halaman rumah yg cukup luas itu.
Setelah kuperhatikan ternyata jarak antara rumah yg satu dengan rumah lainnya didesa ini cukup jauh, sekitar 100 meter baru terlihat rumah tetangga. Lalu aku menuju kebelakang rumah, dan dengan melalui jalan yg agak menurun, aku menuju kekolam ikan ayah lilis, disana ayah lilis masih sibuk dengan ikan-ikan peliharaannya, entah apa yg dilakukannya, kuhampiri laki-laki kurus setengah baya itu, dengan terlebih dulu kutawarkan rokok, maksudnya untuk mengakrabkan diri.
yg akhirnya cukup lama aku terlibat perbincangan dengannya, tentang ikan-ikan peliharaannya ini, termasuk proses pemeliharaan, pembibitan dan juga pemasarannya, lengkap dengan harga dan keuntungannya, sampai obrolan tentang desa ini dengan segala kehidupannya, bahkan tentang kehidupan pribadinya yg ternyata dulu pernah bekerja dibeberapa proyek dijakarta sebagai buruh kontrak.
dan dari ceritanya pula aku ketahui bahwa ternyata lilis masih mempunyai seorang kakak laki-laki berusia 20 tahun yg bekerja dijakarta sebagai buruh bangunan. Ayah lilis ini, yg kuketahui bernama kosasih, atau biasa dipanggil dengan pak engkos, ternyata sosok yg enak untuk diajak ngobrol, perkataannya polos dan apa adanya, sepertinya tak ada yg ditutup-tutupi.
Setelah beberapa lama aku berbincang-bincang dengan pak engkos, akhirnya akupun kembali kerumah bermaksud menemui lilis. dari arah teras aku dengar suara tawa seorang wanita, yg ternyata adalah suara kokom, ibu lilis, sedang nimbrung duduk disamping lilis untuk turut menyaksikan video porno dari ponselku, kuintip sejenak sebelum aku menghampiri mereka,
kulihat kokom yg duduk disamping lilis sambil tangan kanannya menggelendot pada pundak putrinya itu, begitu berbinar kokom menyaksikan video itu, sepertinya baru kali ini dia menyaksikan tayangan begituan, sesekali keluar komentar dari mulutnya, kemudian diselingi dengan tertawa, namun begitu melihat kehadiranku, kokom langsung berdiri salah tingkah dan segera meninggalkan lilis yg juga masih asik dengan tontonannya.
” Filmnya ada banyak ya mas? ” Tanya lilis, yg ternyata telah “diobok-oboknya” video-video simpananku didlm memory card ponsell, pantas belum selesai satu film yg tadi, ternyata dia memainkan file video yg lainnya, yg memang banyak tersimpan disitu.
” Yah, buat iseng-iseng aja.., ngomong-ngomong ibu kamu suka juga ya nonton film gituan?” Tanya ku.
” Bukan suka lagi, tapi getol.. hi..hi..hi..” jawab lilis
” Umur ibumu itu berapa sih lis? Koq keliatannya masih muda sekali..” Tanyaku
” 37 tahun, iya, dulu waktu umur 14 tahun mamih sudah menikah, tapi kalau abah umurnya lebih tua 10 tahun dari mamih..” ujar lilis, pantaslah pikirku, sudah kukira usia kokom memang tak lebih dari 37 tahun.
” Ibu kamu masih cantik ya kom, tadinya aku kira kakak kamu..” ujarku
” Emang kalau cantik kenapa..? naksir ? ” ujarnya, dengan perhatiannya masih tertuju pada ponselku.
” Ah, enggak koq..” jawabku, agak gugup
” Kalau naksir, nanti lilis bilangin..” ujarnya, kali ini sambil menatapku, kaget juga aku mendengarnya, dan sepertinya apa yg dikatakannya itu serius, dalam artian bukan sekedar gurauan atau sindiran.
” Ah, jangan lis, malu aku.. ada-ada saja kamu..” ujarku gugup, dan aku masih belum mengerti apa yg dimaksudnya, namun aku mencoba menyimpulkan bahwa maksud lilis adalah menawarkan padaku kalau aku tertarik dengan ibunya, aku bisa saja tidur dengan ibunya itu, namun dengan konsekuensi harus membayar juga tentunya, namun itu hanyalah dugaanku saja, aku masih penasaran,
sebetulnya apa yg dimaksud lilis ini, karna aku tidak yakin kalau kokom bisa diajak tidur, sedangkan kokom bukanlah seorang janda seperti lilis, dan dia masih memiliki seorang suami yg juga tinggal dirumah itu, apa mungkin aku tidur dengan sorang wanita bersuami sementara sang suami ada dirumah itu dan dengan sepengetahuannya, ah, gila.. gak mungkin lah.. atau mungkin aku salah tanggap, pikirku.
Aku nyalakan sebatang rokok, kuhisap dalam-dalam. Dan kali ini lilis merapatkan tubuhnya padaku, kali ini tayangan video dari ponselku sudah dimatikan.
” Mas marah ya..? dengan ucapan lilis tadi ” ujar lilis, sambil menyandarkan kepalanya dipundakku, rupanya lilis mengira kalau aku tersinggung dengan ucapannya barusan, mungkin dikarnakan aku terdiam setelah itu, padahal diamku itu adalah karna masih berpikir dan menduga-duga didalam hati tentang apa maksud ucapannya barusan tadi.
” Ah enggak koq, emangnya marah kenapa? ” jawabku
” Habis, mas hendi koq diam sih..? ”
” Ah enggak, cuma bingung aja..”
” Bingung kenapa mas..? ”
” Tentang ucapan kamu itu, yg barusan kamu omongin itu lho? ”
” Oh, tentang mamih.. lilis enggak ada maksud apa-apa koq mas, lilis cuma mau bilang, kalau mas hendi tertarik sama mamih, mas hendi juga bisa tidur dengannya, seperti mas hendi tidur sama lilis tadi, tapi mas hendi mesti ngasih uang belanja sama mamih, itu sih terserah mas hendi, jangan marah ya mas..” jelas lilis, agak kaget aku mendengarnya, namun aku mencoba bersikap wajar sambil menghisap rokok ditanganku, fantasiku mulai menari-nari, menarikan khayal tentang ibu dan anak yg cantik dan seksi ini untuk kusetubuhi secara bersamaan.
Namun fantasiku kembali buyar, karna ada sesuatu yg menurutku masih mengganjal.
” Tapi bagaimana dengan bapakmu lis.. bisa-bisa dijadikannya umpan ikan aku nanti, kalau dia tau aku tidur dengan istrinya..” ujarku, namun kekawatiranku yg kuutarakan pada lilis itu sebetulnya bukanlah perasaanku sesungguhnya, akupun dapat menganalisa, lilis menawarkan aku untuk tidur dengan ibunya tentu sudah dengan mempertimbangkan berbagai factor, termasuk reaksi ayahnya itu, pastinya dia sadar bahwa ayahnya juga dapat mentolerir semuanya itu, kalau tidak mana mungkin dia berani menawarkan itu. namun aku tetap membutuhkan kepastian.
” Ah, itu sih beres.., mas enggak usah kawatir.. abah sih enggak apa-apa, lagian semenjak abah mengalami kecelakaan dulu, “anu” abah sudah enggak bisa berfungsi lagi, jadi abah enggak akan ambil pusing, malah abah akan senang kalau mamih juga bisa senang hi..hi..hi..”
Lega aku mendengar penjelasan lilis itu, jadi intinya pak engkos bukanlah suatu rintangan.
” Terus, apa kira-kira mamih mau enggak ya, kalau…” belum selesai omonganku itu, tiba-tiba lilis berteriak memanggil kokom yg sedang melakukan pekerjaan rutinnya, memecah batu.
” Miiiihhhh… sini sebentar mih..” teriak lilis, yg dipanggil segera menghentikan kegiatannya, melepaskan kain jarik lusuh yg menutup wajahnya, lalu melangkah menuju kearah kami.
” Ada apa lis..? ” Tanya kokom, sambil mengelap keringat diwajah dan lehernya dengan kain yg sebelumnya digunakan untuk penutup wajah dan kepalanya itu.
” Begini mih, ini mas hendi naksir sama mamih, mamih mau enggak nemenin tidur mas hendi? Nanti dikasih uang belanja mih..” Tanya lilis, yg ditanya agak salah tingkah, wajahnya yg putih berubah sedikit memerah, lalu tertunduk dan tersenyum malu. Dari reaksi kokom itu aku sudah dapat menerka apa yg ada didalam hatinya, ya, sepertinya kokom memang mau tidur denganku, sebagaimana yg dilakukan anaknya denganku.
” Yah, mamih sih terserah mas hendi saja, kalau mas hendi suka, saya sih setuju aja.. tapi mamih udah enggak muda lagi, udah enggak seperti lilis..” ujar kokom, sambil tertunduk dengan agak malu-malu, sambil tangannya meremas-remas kain jarik yg dipegangnya.
” Ah, enggak koq mih, mamih masih cantik.. sukurlah kalau mamih mau ..he..he..he..” ujarku, disertai tawa cengengesan, karna merasa bagaikan mendapatkan durian runtuh.
” Udah mih, sana mandi dulu.. dandan yg cantik, biar mas hendi semakin kesemsem hi..hi..hi..” ujar lilis menggoda
” Ah, tapi mamih biar enggak dandan udah cantik koq..” ujarku, mendengar ucapanku itu kokom semakin merah pipinya.
” Ya udah, kalau begitu mamih mandi dulu sebentar..” ujar kokom, yg dengan wajah sumringah segera ngeloyor kedalam rumah.
Sepeninggalan kokom, lilis mendekati aku, seraya dengan setengah berbisik berkata.
” Mas, nanti kita main bertiga sama mamih ya..! seperti yang difilm tadi hi..hi..hi..” gayung bersambut, pikirku. Memang sebelumnya aku membayangkan seandainya bisa threesome dengan lilis dan ibunya, tapi itu hanyalah sebatas hayalanku belaka, yg sebenarnya aku tak menuntut untuk itu, tadinya aku berpikir disaat kokom sedang melayaniku, paling-paling lilis keluar, dan begitupun sebaliknya.
Dan itu pun bagiku sudah cukup, paling tidak aku bisa merasakan kenikmatan dari ibu dan anak ini, tapi setelah apa yg dikatakan lilis yg katanya ingin “main” bertiga dengan ibunya, sampai bergetar aku mendengarnya, hampir tak percaya, ada untungnya juga aku mempertontonkan video porno dari ponselku kepada lilis, seperti yg kuharapkan dia terobsesi dengan adegan-adegan dalam film itu, semoga masih lebih banyak lagi adegan-adegan lainnya difilm itu yg membuatnya terobsesi, dan ingin diwujudkannya nanti diranjang, ya, semoga. dan otak mesumku mulai menari-nari lagi.
Kini aku dan lilis telah kembali berada dikamar, dengan bernafsu lilis langsung menyosor, dikecupnya mulutku dengan penuh nafsu sambil tangannya mendorong tubuhku, hingga tubuh kami terbanting keatas ranjang dengan cukup keras, dilepasnya t-shirtku, lalu dasternya hingga menyisakan celana dalamnya, karna memang sebelumnya lilis sudah tak mengenakan bh.
Baru saja lilis hendak melepas celana pendekku, tiba-tiba terdengar ketukan dari pintu kamar
” Siapa..? mamih ya..? ” teriak lilis
” Iya lis.. gimana, mamih udah siap nih..? ” terdengar jawaban kokom dari balik pintu
” Langsung masuk aja mih, enggak dikunci..” teriak lilis lagi
Pintu kamar terbuka, kulihat kokom agak terkejut melihat kami yg sudah setengah bugil, sadar kami sedang memulai permainan, kokom segera menutup kembali pintu itu untuk kemudian pergi.
” Eh, maaf.. nanti aja mamih kesini lagi..” ujar kokom
” Langsung masuk aja mih… enggak apa-apa..” teriak lilis, hingga beberapa saat kokom masih belum juga masuk, hingga lilis kembali berteriak.
” Mih, ayo masuk atuh.. mas hendi juga mau emak masuk sekarang…” ujarnya, rupanya namaku dijadikan senjata untuk memanggil mamihnya itu.
Tak lama kemudian pintu terbuka kembali, kali ini kokom masuk kedalam, agak malu-malu dia melihat kami yg sudah setengah bugil.
Kulihat kokom cantik sekali saat itu, setelah ia selesai mandi dan sedikit dandan seperti itu, tak seorangpun akan percaya kalau wanita yg berdiri didepanku ini adalah seorang pekerja kasar pemecah batu, pantasnya istri pejabat, pikirku.
” Mamih disini aja.. kita main sama-sama mih, kayak yang difilm tadi..” ujar lilis
” Yah, terserah, mamih sih ikut aja kalau mas hendi setuju…” ujar kokom
Tiba-tiba lilis langsung menarik celana pendekku, sehingga terpampanglah batang kontolku yg mulai mengacung, kulihat kokom agak terperanjat melihatnya, entah apa yg ada dalam pikirannya.
” Gimana mih, gede kan, kontolnya mas hendi…? ” ujar lilis
” Mamih duduk sini, deket mas hendi mih.. jangan malu-malu atuh..” ajak lilis kepada kokom yg masih diam berdiri, seolah bingung hendak melakukan apa.
Sepertinya aku harus sedikit agresif kepada kokom untuk mencairkan kekakuannya padaku, karna entah mengapa kulihat dia masih agak canggung saat berdekatan denganku. Kutarik lengan kokom yg duduk dibibir ranjang, sehingga kini kokom tepat berada disampingku, sementara lilis sudah mulai mengoral batang kontolku.
Kurangkul tubuhnya dengan tangan kiriku, lalu kukecup bibirnya, kokom membalas ciumanku, kami berciuman cukup lama, sambil batang kontolku masih dikulum oleh lilis. Hembusan nafas kokom agak hangat dan nafasnya mulai memburu, sepertinya hasratnya mulai bangkit, lalu kubuka dasternya, terlihatlah lekuk-lekuk tubuh kokom yg indah, padat berisi, putih dan mulus.
Tak kuasa aku melihatnya, hingga kucium-cium sekujur tubuhnya, mulai dari lengan, leher, sampai ketiak. Lalu dengan tak sabar kubuka BHnya, dan tersembulah bukit kembarnya yg besar dengan putting berwarna coklat kemerah-merahan, kukulum dengan rakus putingnya, teteknya kurasakan benar-benar padat dan tidak lembek atau gembyor.
Mulai terdengar desahan lembut dari mulut kokom, kulihat matanya mulai terpejam menikmati kulumanku pada putting susunya, dirangkulnya kepalaku dengan kedua tangannya.
” Zzzzzzz…aaaaahhhhh…. Terusss mas hendiiii…enaakkk..aaahhhh..” desahnya pelan
Sementara lilis semakin liar mengoral batang kontolku, kepalanya tampak naik turun dengan berirama, dikocok-kocoknya batang zakarku dengan tempo yg cepat dan dalam, hingga sampai menyentuh tenggorokannya, glohhggg… glohhggg… glohhggg… suara gemelocok yg bagiku terdengar begitu erotis, kulihat dari sela-sela bibir lilis menetes cairan ludah yg kental, hingga membasahi area testis dan bulu jembutku.
Setelah puas aku “nenen” pada tetek kokom, kulepas celana dalam kokom yg masih membungkus memeknya, tersembulah memek yg dengan bibir luarnya bewarna kecoklatan dengan bulu-bulu jembut yg cukup lebat, begitu nafsu aku melihat pemandangan itu, tak sabar diri ini untuk mencicipinya, ya, ingin kucicipi dulu memek kokom ini dengan mulutku, ingin kurasakan nikmatnya, dengan tak sabar kubimbing tubuh kokom untuk menyodorkan memeknya pada mulutku.
” Mamih dudukin muka saya, biar saya jilatin memek mamih…” perintahku pada kokom, kulihat kokom masih agak bingung, namun setelah aku arahkan dia mulai paham maksud dan keinginanku.
Kokom dengan pantatnya yg besar dan bulat itu berdiri sejenak, seraya kedua kakinya dikangkangkan kewajahku yg sedang berbaring telentang, dan dengan hati-hati diturunkan pantatnya hingga memeknya tepat berada didepan wajahku, segera kutarik pantatnya dengan maksud agar memeknya yg menggemaskan itu menempel pada mulutku, dengan rakus kukecup memek itu, setelah puas aku “memakannya”,
kusibak memek itu dengan kedua ibu jariku, sehingga memperlihatkan lubang memeknya yg berwarna kemerahan, bentuk yg indah dan menggoda, pikirku, dengan aroma khasnya yg menggoda, mmm..tak kuasa aku menatapnya berlama-lama, gemas diri ini dibuatnya hingga kukecup kembali memek itu, seolah ingin kutelan saja rasanya, kulihat kokom mengerang merasakan nikmatnya, matanya kulihat sayu, mulutnya terbuka, sesekali lidahnya disapukan kebibirnya, sementara kedua tangannya bertumpu pada dadaku.
Kini aku mulai menjilati rongga-rongga bagian dalam memek kokom, sesekali klitorisnya ku kulum dan kuhisap, bahkan karna gemas kugigitnya walaupun tak seberapa keras, sampai kokom memekik kaget sesaat. Rupanya kokom mulai terbuai dengan aksi oralku, nafsunya semakin tinggi, hingga ditekan-tekannya pantatnya sampai memeknya begitu rapat menyentuh mulutku sampai aku sulit untuk bernafas, bahkan sesekali diputarkannya pantatnya sambil kedua tangannya menjambak rambutku, benar-benar kewalahan aku dibuatnya.
Sementara lilis, setelah puas mengoral batang kontolku, dilepasnya celana dalamnya yg masih melekat, seraya berjongkok mengangkangi tubuhku dan menggenggam batang kontolku untuk kemudian dituntunannya memasuki lubang memeknya yg sudah basah oleh cairan birahinya bless..
masuklah dengan tandas seluruh batang kontolku didalam memeknya, dipompakannya pantatnya naik turun untuk mengocok-ngocok batang kontolku, legit kurasakan pijitan otot-otot vagina lilis yg menjepit batang kontolku, lalu kedua tangan lilis berpegangan pada pundak kokom yg berjongkok mengangkangi wajahku, sehingga lilis lebih leluasa memompakan pantatnya dengan lebih cepat dan bertenaga.
Kokom semakin histeris, yg kemudian aku tahu bahwa ternyata baru saat inilah untuk pertama kalinya kokom merasakan memeknya dioral, cairan bening agak keasinan membasahi memeknya, semakin bersemangat lidahku bergerilya menjilati dan mengunyam-ngunyam memeknya, hingga beberapa saat kemudian kokom memekik panjang disertai keluarnya cairan kenikmatan dari memeknya, rupanya kokom telah mencapai klimaks yg pertama.
” Aaaaaaaaaaaaaaaaaaahhhhhhhhh…… enaaaaaaakkkkk euuuuiiiiiiiiyyyyyy…” hanya itu yg keluar dari mulutnya sambil matanya terpejam dan wajahnya menghadap kelangit- langit kamar.
Kuhirup dengan rakus cairan yg keluar membanjiri memeknya, kutelan sampai tak ada yg tersisa cairan asin, gurih dan agak sedikit anyir itu. akhirnya kokom terdiam, namun dengan posisi masih seperti itu, dan memang itu yg aku inginkan, saat itu aku ingin memek kokom tetap berada dimulutku sambil aku menikmati kocokan memek lilis. Kulihat keringat telah membasahi sekujur tubuh kokom, wajahnya memancarkan kepuasan, sambil tersenyum dia menatapku yg masih mengemut-emut memeknya.
Goyangan lilis semakin gencar, dengan isengnya dimasukannya tangannya kesela-sela ketiak kokom untuk kemudian diremasnya buah dada kokom dari belakang. Kali ini pegangan lilis tidak lagi bertumpu pada pundak kokom, melainkan kedua payudara kokom itu yg diremasnya dengan kedua tangannya dari belakang, menerima aksi dari putrinya itu dan juga jilatan lidahku yg masih aktif bergerilya dimemeknya,
gairah kokom mulai bangkit kembali, itu dapat kurasakan dari memeknya yg sebelumnya hanya pasrah menempel dimulutku, kali ini pantatnya mulai terangkat dan mulai di desak-desakannya memeknya kemulutku, begitupun dari ekspresi wajahnya yg kini kembali memancarkan ekspresi birahi.
Beberapa menit kemudian lilis mencapai puncak kenikmatannya, diikuti dengan kocokannya yg semakin cepat dan bertenaga sehingga menimbulkan suara jrott..jrott..jrott.. yg keras, diremasnya dengan kuat kedua tetek kokom, nafasnya memburu, dirasakan hembusan nafas lilis ditengkuk kokom, hembusan nafas yg panas, sepanas adegan ranjang yg terjadi disore itu.
” Aaaaaaaaaahhhhhhhh…. Sedaaaaappp.. maaaaassssssss….” Pekik lilis, dengan cukup keras, sebagai ekspresi dari rasa nikmat yang ia rasakan.
Akhirnya lilis lunglai terdiam, namun batang kontolku masih berada didalam memeknya, hanya kali ini tanpa adanya gesekan. Kudorong tubuh lilis dari selangkanganku, lilis mengerti maksudku, seraya dicabutnya memeknya dari kontolku, lalu dia beringsut dan berbaring disampingki.
Kali ini bangkit, kudorong tubuh kokom yg sebelumnya masih mengangkangi wajahku, kokom telentang dengan kaki mengangkang memperlihatkan lubang memeknya yg becek kemerahan, tanpa basa-basi kutancapkan batang kontolku kedalam lubang memek itu, kupompakan pantatku sekuat yg aku bisa, kutundukan wajahku, dan kucium mulutnya dengan rakus, kutelan air liurnya, lidahnya kukulum, nikmat kurasakan lubang memek kokom, begitu hangat dan legit.
” Aduuuhhh.. mih, memek mamih enak banget mih…aaaahhh..” gumamku
” Kontol mas hendi juga enak pisan, terus maaasss… entotin memek mamih mas, mamih betul-betul seneng …uuuhhhh ” ujar kokom, sambil pantatnya mulai ikut bergoyang mengimbangi pompaan pantatku.
Ucapan kokom yg seperti itu membuatku semakin gemas, semakin rakus aku melumat mulutnya. Goyangan pantatku yg maju mundur membuat tetek kokom yg bulat besar itu juga ikut bergoyang seirama dengan gerakan pantatku, sungguh indah dan menggoda, sehingga kukulum putting susunya secara bergantian kiri dan kanan, puas aku melumat pentilnya lalu kubenamkan wajahku pada belahan buah dadanya, kuhirup sepuasnya.
Sekitar sepuluh menit kontolku menghujami memek kokom dengan posisi konfensional seperti itu, lalu kusuruhnya kokom untuk menungging. Huuhhh.. tak tahan diri ini melihat pemandangan didepan mata, betapa tubuh montok kokom dengan pantatnya yg besar dan padat dengan posisi menungging seperti itu, pantat yg putih, nyaris tanpa cacat, bulat bagai buah tomat, sebelum kumasukan batang kontolku dengan posisi doggie style,
kujilati terlebih dahulu memek kokom yg tampak terjepit diantara kedua pahanya, lidahku terus bergerilya, kali ini kusapu sekujur bokongnya yg licin mulus itu, hingga kepahanya, tak puas hanya itu, kini pandanganku tertuju pada lubang anusnya, dengan garis-garis kerutannya yg khas yg berpusat pada satu titik ditengahnya, kuarahkan ujung lidahku pada titik pusatnya,
kudengar kokom merintih, rintihan nikmat, manakala ujung lidahku mulai menggelitik anusnya, kurasakan lubang anus kokom kembang kempis bagaikan pantat ayam, semakin bergairah aku dibuatnya, titik pusat anus kokom mulai sedikit terbuka, terlihat berwarna agak kemerahan, kuarahkan lidahku tepat pada lubang itu, aroma khas anus semakin membuatku terbuai, semakin aktif lidahku menari. Kulihat kokom semakin blingsatan, diremasnya sprei ranjang itu, matanya terpejam, dan mulutnya terus bergumam pelan.
” Uuuuuuhhhhhh…. Terusss mas hendi, jilatin terus dubur mamih, enaakkk..uuuuhhh” gumam kokom.
Kulihat lilis seperti terkesima melihat aksi yg kulakukan, entah apa yg ada dalam pikirannya itu.
Puas aku mengoral lubang anus kokom, kuarahkan batang kontolku pada lubang memek kokom yg menungging, dengan posisi doggie style kuhujamkan batang kontolku didalam memeknya, pantatku mulai bergerak maju mundur, sementara kedua tanganku meremas buah pantatnya yg besar dan montok itu, benar-benar nikmat kurasakan memek kokom dengan posisi seperti ini, sampai terpejam mataku menikmatinya.
Kokom mulai mengimbangi goyanganku dengan gerakan pantatnya yg maju mundur, sehingga hantaman kontolku menjadi lebih tandas dan mantap, dari mulutnya mulai terdengar erangan-erangan nikmat yg menandakan dirinya telah terhanyut dalam arus nikmat.
Sementara aku menikmati memek kokom sambil memejamkan mataku, tiba-tiba kurasakan benda yg lembut menyentuh-nyentuh lubang anusku, terkaget aku dibuatnya, seraya kutengok kebelakang, yg ternyata kulihat lilis ssambil berjongkok menjilati lubang anusku, rupanya dia terinfirasi melihat aksiku tadi kepada kokom, aku hanya tersenyum sesaat, lalu kulanjutkan kembali aksiku menghantam memek kokom, kali sambil menikmati jilatan lidah lilis pada lubang anusku, wuuiiihhh…betapa nikmat kurasakan, seperti melayang sukma ini.
Hingga beberapa saat kulihat kokom semakin histeris, dan akhirnya kembali kokom mencapai puncak kenikmatannya untuk yg kedua kalinya disertai dengan lenguhan panjang.
Tak beberapa lama kemudian kurasakan nikmat yg teramat sangat menjalari tubuhku, dan aku berteriak keras
” Aaaaahhhhhhhh…. Aku keluaaaaaaarrrrrrr….” Teriakku.
Namun, disaat aku menikmati puncak birahi itu, dengan cepat lilis mencabut batang kontolku dari memek ibunya.
” Mas, pejuhnya dikeluarin dimulut lilis aja, biar lilis makan, seperti yg difilm tadi..” ujarnya. Rupanya lilis kembali terinfirasi oleh adegan film tadi. Diarahkannya ujung kontolku tepat didepan mulutnya yg menganga lebar, dan crootttt..crooottt.. tumpahlah seluruh air maniku tertampung didalam rongga mulutnya, dan beberapa saat kemudian setelah dirasakan tak ada lagi tetesan sperma yg keluar dari lubang kontolku, ditelannya seluruh cairan kental yg tertampung dimulutnya itu, glekkk.. masuklah seluruhnya kedalam perut lilis.
” Mmmmm.. enak mas, gurih..hi..hi..hi..” ujarnya, seraya dikulumnya kembali batang kontolku dengan maksud membersihkan sisa-sisa seperma yg masih melekat disekitar kontolku.
Sementara kokom menyaksikan aksi yg dilakukan anaknya itu sambil berbaring.
” Emang enak lis..? Tanya kokom kepada lilis
” Enak mih, nanti mamih harus cobain atuh.. pasti ketagihan..” ujar lilis, sambil sesekali menyapukan lidahnya kebibir. Kokom hanya tersenyum menanggapinya.
Kurebahkan tubuhku disamping kokom, puas rasanya diri ini setelah menikmati klimaks yg mengasikan.
” Mau dipijitin mas..? ” tawar kokom, padaku
” Boleh, kalau mamih enggak capek sih..” jawabku
” Ah, mamih sih enggak capek… ayo sekarang mas hendi tengkurep ” ujarnya, yg segera aku turuti, kutelungkupkan badanku.
” Ah,enggak apa-apa mas, abah mah, enggak bakalan marah, malah abah seneng, soalnya kontol abah udah enggak bisa lagi dipake buat ngentot, semenjak kecelakaan 7 tahun lalu..” jawabnya, sebuah jawaban yg lugas, namun juga vulgar, terutama saat menyebut kata kontol dan ngentot itu,
rupanya memang didesa itu bukanlah menjadi suatu hal yg tabu orang mengucapkan kata-kata seperti itu, mereka sudah terbiasa dan sudah menjadi keseharian mereka, tanpa perlu memperhalus bahasa, bahkan orang-orang tua disana tak akan melarang anak-anak mereka untuk bicara paling cabul sekalipun, itulah kehidupan masyarakat didesa X, sebuah kehidupan keseharian yg apa adanya, tanpa basa-basi, namun jujur.
Jadi tak heran, desa X kadang-kadang dijadikan contoh buruk bagi masyarakat desa lain disekitarnya, yg menganggap bahwa desa mereka jauh lebih beradab, seperti mereka akan mengatakan kepada anak mereka ” hey kamu jangan ngomong jorok begitu, kayak orang desa X aja..” atau seorang tokoh masyarakat dalam wejangannya ” kita itu harus jaga nama baik desa ini, kita harus punya aturan dan tata krama, tidak baik kalau perempuan dan laki-laki yg belum terikat oleh tali pernikahan bertamu lama-lama, apa kata orang nanti, ini bukan desa X, yang…..” begitulah kira-kira gambaran desa X ini dimata orang-orang desa lain.
” Jadi selama 7 tahun itu mamih enggak pernah enggak pernah ngentot lagi…?” Tanyaku, dengan gaya bicara apa adanya, seperti yg dilakukan kokom.
” Ya, enggak pernah..” jawab kokom, sambil tangannya kini mulai memijiti kepalaku, pandai juga dia memijit.
” Sama orang lain juga enggak pernah? ” tanyaku,penasaran
” Enggak pernah, kecuali sama mas hendi ini..” jawabnya, dari nada bicaranya aku percaya dengan apa yg dikatakannya, dan memang sudah menjadi sifat orang-orang didesa itu yg senantiasa berkata jujur dan apa adanya, sebuah sifat jujur yg telah menjadi watak dasarnya, bukan jujur karena takut akan sesuatu, takut akan hukuman, atau jujur karena takut dosa.
” Mamih seneng enggak bisa ngentot sama saya? ” godaku
” Hi..hi..hi…ya seneng mas.. seneng banget hi..hi..hi..” jawabnya
” Apanya yang bikin mamih seneng..?
” Kontol mas hendi yg gede itu, hi..hi..hi.. ”
” Emangnya kontol abah enggak gede mih..? ” pancingku
” Ya enggak segede punya mas hendi, paling-paling separuhnya mas..” jawabnya, sambil tangannya mulai memijiti bagian punggungku, masih kurasakan gesekan-gesekan bulu jembutnya yg menyentuh pantatku, dan kurasakan pula hangatnya memek kokom menempel dipantatku, hingga gairahku sedikit-demi sedikit kembali bangkit, ditandai dengan batang kontolku yg mulai agak mengeras.
” Terus, selain itu apa lagi..? ” tanyaku lagi
” Itu mas, waktu mas hendi jilatin memek mamih, aduuuhhh..enak banget…seumur-umur mamih enggak pernah, apalagi waktu mas hendi jilatin lubang dubur mamih..hi..hi..hi…enak pisaaannn..” ujarnya,besar kepala juga aku mendengarnya.
Kini mamih mulai memijat pahaku, sesekali pijitannya mengarah hampir mendekati area selangkanganku, membuatku semakin terangsang. Lalu pijitannya mulai kearah betis, hingga kemudian sampai ketelapak kaki, dipijitinya pula setiap jari kakiku, dan telapak kakiku, ahli juga wanita ini dalam hal mijit- memijit.
“Mas hendi sekarang telentang, biar mamih pijitin bagian depannya..” perintah kokom, setelah dirasa rampung memijit bagian belakangku, tanpa banyak Tanya segera kuturuti.
” Hi..hi…hi… mas hendi, kontolnya udah bangun lagi tuh..” ujar kokom saat aku telentangkan tubuhku, sehingga batang kontolku yg mulai berdiri tampak mengacung tegak, walaupun belum sepenuhnya ereksi.
” Habis, sentuhan mamih sih, yg bikin si otongku bangun lagi…” jawabku
Kini dikangkanginya tubuhku yg telentang, sehingga memeknya bersentuhan dengan batang kontolku, mulai dipijitnya tanganku, kemudian mulai dipijitnya keningku dengan kedua ibu jarinya, tubuhnya yg agak menunduk membuat kedua teteknya yg bergelantungan nyaris menyentuh diwajahku, membuatku tergoda hingga dengan jail kugigit-gigitnya putting susunya yg membuatnya memekik manja.
” Auuww.. ih, mas hendi nakal… koq pentil mamih digigit sih..” pekiknya manja, seraya dicubitnya lenganku, yg membuatku justru semakin tergoda untuk melakukan hal yg sama.
Kini kokom bergeser agak kebawah, dipijitinya pahaku, lalu selangkanganku, ini yg paling aku suka disaat tangannya bersentuhan dengan biji pelirku, lalu dipijitnya area sekitar kantung pelirku.
” Dipijitin sininya mas.. biar aliran darahnya lancar, supaya kontol mas hendi ngaceng terus hi…hi..hi..” ujar kokom, sambil memijit-mijit dengan lembut kantung pelirku, lalu mulai merambat, kali ini tangannya mulai mengurut batang kontolku.
” Mamih isep sekalian ya mas..? mamih gemes nih sama kontol mas hendi..hi..hi..hi..” pintanya
” Iya mih..isep sekalian aja, aku juga udah enggak tahan pingin ngerasain isepan mami…” ujarku
Langsung dikulumnya batang kontolku, dan digerakannya maju mundur kepalanya sehingga batang kontolku terkocok-kocok oleh mulutnya, hisapan kokom begitu dalam dan tandas, sepertinya ujung kontolku sampai menyentuh kerongkongannya, kulihat hanya biji pelirku saja yg tertinggal diluar, sementara seluruh batangkontolku tenggelam didalam rongga mulutnya ghlogg..ghlogg..ghlogg cukup keras bunyi gemelocok itu, sehingga lilis yg sebelumnya tertidur disaat kokom sedang memijit tubuhku, kulihat kini telah terjaga, dan kembali kini lilis menyaksikan aksi ibunya itu.
Setelah puas kokom mengulum batang kontolku, diangkatnya sedikit pantatku, rupanya kokom ingin menyibak lubang anusku, kusegera tanggap dengan apa yg diinginkannya, kuposisikan tubuhku seideal mungkin agar lubang anusku dapat dengan mudah terjangkau, kini pahaku agak sedikit kuangkat, sehingga lubang anusku jelas terlihat, disibaknya anusku dengan kedua ibu jarinya lalu dijulurkannya lidahnya untuk kemudian mulai dijilatinya sekujur lubang duburku, begitu nikmat kurasakan lidah kokom yg mengelitik-gelitik lubang anusku, seraya terbang sukmaku. Bokep Korea
” Enak ya mas, lubang duburnya mamih jilatin…? ” Tanya kokom, disela-sela kesibukannya.
” Enak banget mih..terus miiiihhhh.. jilatin lubang dubur saya mih..mamih hebaaattt..” pujiku
” Mamih juga baru kali ini jilatin lubang pantat, ternyata enak juga hi..hi..hi…” ujar kokom
Beberapa menit kemudian setelah puas kokom dengan aksi oralnya, digenggamnya batang kontolku, lalu dimasukannya kedalam memeknya, kali ini kokom mengentot kontolku dengan posisi berjongkok, dinaik turunkannya pantatnya secara berirama, rupanya nafsu kokom sudah semakin memuncak, terlihat dari ekspresinya yg begitu liar saat memompa batang kontolku, dengan mata setengah terpejam dan nafas yg memburu.
” Uuuuuuhhhh… kontol mas hendi enak.. aaaahhhhh, mas hendi sering-sering datang kesini lagi ya mas, biar mamih bisa ngentotin kontol mas hendi lagi…mamih seneng banget… uuuhhh.. udah lama sih mami enggak pernah dientot…aaahhh” kicau kokom disela-sela gairahnya yg mulai memuncak.
” Iya mih, saya pasti akan sering kesini, ngentotin memek mamih yg legit ini.. dan juga ngentotin memek anak mamih yg cantik itu..” ujarku, menanggapi ocehan mamih
” Betul ya mas, jangan bohong.. uuuuuhhhh..” ujar kokom
Beberapa menit kemudian kokom mengejang, goyangan pantatnya semakin cepat, hingga akhirnya ambruk disertai dengan lenguhan panjang, kokom mengalami klimaks untuk yg kesekian kalinya.
Lilis yg sedari tadi hanya menyaksikan, kini birahinya kembali bangkit, melihat sang ibu sudah tak member perlawanan, lilis memposisikan diri menungging.
” Mas, ayo mas..entot lilis dari belakang mas, sambil nungging..” pinta lilis, sambil menggosok-gosokan memeknya dengan tangan kanannya.
Ku segera bangkit, dengan terlebih dulu kupinggirkan tubuh kokom yg masih jongkok mengangkangi batang kontolku. Lalu kuhampiri lilis yg menungging, langsung kumasukan kedalam memeknya dan kupompakan.
Hingga beberapa menit aku mengentot lilis dengan posisi doggie style, hingga akhirnya lilis mengejang dan memekik pertanda dirinya telah mencapai klimaks.
Tiba-tiba kokom bangkit dan mendekatiku, dibisikannya dengan lembut ketelingaku
” Mas, air maninya dikeluarin dimulut mamih aja ya.. mamih kepingin..” bisiknya lembut, mendengar bisikan kokom itu membuat gairahku semakin tinggi, dan akhirnya tubuhku mulai mengejang, segera kucabut batang kontolku dari memek lilis, kokom segera cepat bertindak, digenggamnya batang kontolku dan diarahkan ujungnya kemulutnya yg menganga lebar croortt..crroooott.. tumpahlah semprotan spermaku didalam mulut kokom, lalu ditelannya, terakhir dikulumnya batang kontolku, aahhh..benar-benar nikmat, pikirku, segeeeeerrrr.
” Mmmm.. gurih mas, hi..hi..hi.. enaaaak..” ujar kokom setelah memakan air maniku.
” Sering-sering minum air mani mih, biar tambah cantik dan awet muda he..he..he..” ujarku bergurau.
” Ah bisa aja mas hendi, tapi mamih bakal ketagian nih, hi..hi..hi..” ujar kokom, seraya kukecup bibirnya dengan mesra.
Akhirnya setelah letih mengarungi samudra birahi, kami bertiga tertidur diranjang itu dalam keadaan masih bugil, dan dengan senyum kepuasan tentunya.
Menjelang petang aku baru terbangun, kulihat diponselku telah menunjukan jam 5 sore, lilis dan kokom sudah tak kulihat lagi disitu, rupanya mereka telah terlebih dahulu bangun, ternyata cukup lama juga aku tertidur, mungkin sekitar dua jam.
Sekeluarnya dari kamar, kudapati lilis sedang berbenah membersihkan debu-debu disekitar kursi dan meja dengan kemoceng, tampaknya lilis sudah selesai mandi, terlihat dari penampilannya yg segar, sepertinya dia habis keramas
” Udah bangun mas.., enak tidurnya? ” tegurnya, sambil mengusap bagian atas televisi dengan kemoceng.
” Enak dong… apalagi yg sebelum tidur tadi, lebih enak lagi..” godaku
” Ih, bisa aja mas hendi..” ujarnya
” Mamih dimana lis? ” tanyaku
” Wah, yang ditanyain koq mamih.., kangen nih..? tuh ada diluar..” ujarnya sambil terus sibuk dengan kemocengnya.
” Ah, enggak, cuma tanya aja..” jawabku, agak malu.
” Tuh, kopinya aja dimeja depan mas, ayo dimunum, keburu dingin..” ujarnya.
Tak lama kemudian aku duduk diteras depan rumah sambil menikmati kopi dan sebatang rokok, kulihat kokom sibuk memindahkan tumpukan batu-batu yg telah selesai dipecahkan dengan menggunakan pengki anyaman bambu. Kuhampiri kokom yg sibuk dengan pekerjaan rutinnya.
Gabung Sekarang Juga ► Agen BO+17 Terpercaya Di Asia
” Enggak capek mih, koq sudah kerja lagi..” tanyaku
” Yah, namanya juga udah kerjaan sehari-hari mas, ya capek enggak capek, harus dilakonin..” jawabnya, sambil meraup tumpukan batu-batu kecil yg telah dipecahkan, lalu dimasukan kedalam pengki bambu, untuk kemudian dipindahkannya ditempat yg lebih lapang, dan esok atau lusa siap diangkut oleh truk.
” Maaf mih, bukannya saya ikut campur, apa enggak sebaiknya mamih berhenti dulu kerja seperti ini, enggak pantes mih, terlalu berat, ini sih kerjaan laki-laki..” ujarku
” Bukan masalah pantes enggak pantes mas, ini masalah perut, kalau mamih berhenti kerja seperti ini, bisa-bisa keluarga mamih enggak makan, hasil empang abah enggak seberapa, enggak cukup untuk hidup kami..” jawabnya
” Mmmm..begini mih, mulai sekarang saya usahakan seminggu sekali saya datang kesini, dan tentunya saya akan ngasih uang belanja sama mamih..bagaimana mih.? ” ujarku, entah mengapa aku berani berjanji seperti itu, sepertinya aku sudah begitu yakin dengan ucapanku itu, yakin akan selalu datang kesitu setiap akhir pekan. Kokom berhenti sejenak mendengar ucapanku itu, entah apa yg dipikirkannya, namun kemudian dilanjutinya lagi pekerjaannya, tak ada komentar sepatahpun darinya, apakah dia meragukan ucapanku?, pikirku.
Kugenggam pegelangan tangan kokom yg masih sibuk meraup batu, kali ini dia berhenti dengan pekerjaannya itu, ditatapnya mataku, aku tatap kembali mata itu, kutatap dengan penuh keyakinan dan kesungguhan.
” Aku janji mih..” hanya itu yg aku ucapkan, seraya aku ngeloyor pergi, meninggalkan kokom yg masih membisu. kini aku kembali duduk diteras dan menenggak kopi yg tersisa.
Tak lama kemudian kokom datang dan duduk disampingku, kami berdua duduk dikursi bambu yg panjang, kokom hanya diam sesaat wajahnya hanya menatap kedepan, hingga beberapa saat kemudian mulailah keluar kata dari mulutnya.
” Mas hendi sungguh mau datang kesini seminggu sekali..? ” tanyanya, dengan tatapannya masih kedepan, tidak menatapku. Sebuah pertanyaan namun nadanya mengandung harapan, Yg aku jawab hanya dengan anggukan pelan.
” Kalau memang begitu, nanti mamih akan berhenti mecah batu, tapi masih ada sedikit sisa yg harus mamih selesaikan, karna sudah terlanjur didrop, paling-paling dua atau tiga hari rampung, setelah itu mamih tidak lagi minta untuk didrop batu lagi ..” ujar kokom, lega aku mendengarnya, seraya kurapatkan tubuhku pada kokom, kurangkul tubuhnya dengan tangan kananku, direbahkannya kepalanya dibahuku, kukecup keningnya dengan lembut, kokom hanya tersenyum.
Hingga beberapa lama kami bercengkrama seperti itu, bagaikan sepasang kekasih yg sedang dimabuk asmara, ternyata kokom sosok wanita yg hangat, tidak hanya hangat diranjang, tetapi juga pandai menciptakan suasana romantis, ya, romantis seperti saat ini, hingga dibuatnya aku terlena.
” Mas hendi mandi dulu sana, bau hi..hi..hi..” ujarnya
” Kalau dimandiin sih mau..” godaku
” Mau..mamih mandiin? hi..hi..hi.. ” ujarnya
” Mau dong.. ayo..” ajakku, seraya aku berdiri dan kutuntun tangannya
Dilepaskannyalah t-shirtku, lalu celana pendekku, kini tinggal menyisakan celana dalamku saja, tampak batang kontolku menonjol dibalik celana dalamku, kokom hanya tersenyum melihatnya.
” Wah.. kontol mas hendi udah bangun tuh..hi..hi..hi..” ujarnya, seraya ditariknya sempakku sehingga terpampanglah batang bazokaku yg mulai tegak.
” Mamih juga buka bajunya dong, biar kita sama-sama telanjang..” pintaku
” Bukain dong..hi..hi..hi..” jawabnya manja, sambil mengelus-elus batang kontolku.
Kulepas satu persatu pakaian kokom, hingga telanjang bulat, sehingga tubuh montok itu kini polos, dan kami sama-sama bugil, mengingatkan pada masa kecilku dulu saat sering mandi bersama dengan adikku.
” Ayo, sekarang mamih mulai mandiin mas hendi ya? ” ujar kokom, seraya diambilnya gayung dan disiramkannya ketubuhku, lalu dibalurinya tubuhku dengan sabun batangan, digosoknya sekujur tubuhku dengan telapak tangan kasarnya, sampai keselangkanganku, bahkan lubang pantatku tak luput dari gosokannya, saat gosokan tangannya sampai pada batang kontolku, diliriknya wajahku sambil tersenyum, lalu diusapnya sebentar dengan sabun, dikocok-kocok sebentar lalu dimasukannya kedalam mulutnya, namun tiba-tiba dikeluarkannya lagi, dan beberapa kali meludah.
” Fuaaahh… pahit, rasa sabun..” ujarnya, aku hanya tersenyum. Kemudian dengan segera kokom membilas sekujur badanku dengan air, setelah dirasa busa-busa sabun diseluruh tubuhku telah bersih, kembali ia berjongkok, untuk kemudian melanjutkan aksi oralnya yg tadi tertunda.
Uuuuhhhh, nikmat kurasakan kokom mengulum batang kontolku, betapa nikmatnya memang, sudah dimandikan, selesainya, masih diservis oral pula.
Gemas aku menyaksikan aksi kokom mengulum batang kontolku, hingga kuangkat kepalanya sejenak mendekati wajahku, kucium bibirnya dengan rakus, kurasakan penuh air ludah dimulutnya, yg dengan rakus kuhirup dan kutelan, kemudian kutundukan kembali, agar dia kembali mengulum batang kontolku.
Setelah beberapa saat kokom mengulum batang kontolku, kokom menerobos kebawah selangkanganku, rupanya dia mulai menjilati lubang anusku dari bawah, aahhh..nikmatnya, digelitiknya lubang duburku, agak kukangkangkan sedikit kakiku, agar kokom lebih leluasa melakukan aksinya, kurasakan ujung lidah itu menyodok-nyodok bagian dalamnya, seolah ingin ditembusnya sampai kedalam.
” Enak ya mas, lubang duburnya mamih jilatin..? ” ujarnya, sambil terus beraksi.
” Aaaaahhhh…bukan enak lagi miiiihhh.. nikmaaaatt..terus mih..aahhh” erangku, sambil menjambak pelan rambut kokom.
Beberapa saat kemudian kutarik kokom agar berdiri dan menyudahi aksi oralnya.
” Sudah mih..sekarang giliran mamih yg saya jilatin..” ujarku, seraya kukecup bibirnya.
” Aiiiihhh.. asiiiiikkk..mamih paling suka nih, dijilatin hi..hi..hi..” ujarnya seperti anak kecil yang akan diberikan mainan
Segera aku jongkok, kusibak memek kokom, langsung kujilati memek kokom yg mulai basah oleh cairan birahi, kutelusuri lidahku keseluruh area lubang memeknya, kokom merintih, dijambaknya rambutku.
” Zzzzzz…aaaaahhhh.. enak maaaassss… jilatin terus memek mamih mas, zzzzz…aaaahhh..” erangnya, dengan mata setengah terpejam.
” Aaaahhh…mas, itil mamih mas, itil mamih tolong diemut mas, diisep mas…aaahh..” pinta kokom, yg segera kuturuti, kujilati klitorisnya itu, lalu kukulum dan kuhisap-hisap.
” Aaaaaahhhh…iya mas, terus mas…mas hendi pinter iiihhh…aaaahhhh, enak euuuiiiii…” racaunya, semakin menjadi.
Masih kukulum-kulum “kacang” kokom dengan rakus, hingga aku gemas, lalu kugigitnya, namun tidak terlalu keras tapi cukup untuk membuatnya tersentak kaget.
” Aaauuuwww…. Aaeeeeeng.. mas hendi nakal, itil mamih digigit..nakal..” ujarnya manja, membuat aku semakin gemas dibuatnya.
Setelah puas aku menjilati memeknya, kusuruh kokom untuk berdiri dengan berpegangan pada bibir bak mandi, dengan pantat agak dibusungkan sehingga seperti posisi menungging, sehingga memperlihatkan pantatnya yg besar padat.
” Sekarang saya mau jilatin dubur mamih, mamih suka kan..? ” tanyaku
” Assiiiikkk mas, mamih suka banget mas.. ayo mas, cepet jilatin dubur mamih mas..” pintanya tak sabar
Masih sambil berjongkok, kusibak lubang anus kokom, dan langsung kutelusuri ujung lidahku kearea anusnya, mmmm..seperti biasa aroma khasnya memang benar-benar membuatku terangsang, semakin liar lidahku mengelitiki seluruh permukaan anus kokom. Kulihat ekspresi kokom yg merebahkan kepalanya miring dibibir bak mandi, sehingga pipi kirinya bertumpu pada bibir bak, sedangkan mulutnya mengulum-ngulum jari telunjuk kanannya, dengan matanya yg setengah terpejam, suatu ekspresi yg seksi untukku, ya, memang terlihat seksi dan menggoda kokom dengan ekspresi seperti itu, semakin bersemangat aku menjilati anusnya.
” Zzzzz…uuuuhhh… enak maaaassss, terus jilatin lubang dubur mamih mas..aaahhh.. mamih seneng sekali mas… mamih bahagia pisan.. aaahhh ” gumamnya.
Sesekali kukenyot-kenyot lubang duburnya, seolah ingin kusedot isi dari lubang anusnya, nafsuku semakin tinggi.
Beberapa saat kemudian aku berdiri, dan tanpa basa-basi kutancapkan batang kontolku kedalam lubang memeknya masih dengan posisi seperti itu blesss.. masuklah batang kontolku, didikuti oleh desahan nafas kokom. Kupompa batang kontolku maju mundur brroott….brroott..brroott.. memek kokom yg sudah basah menimbulkan suara yg seperti itu.
” Aaaaahhhh…terus mas, entotin memek mamih mas…aaahhh..” gumam kokom
” Iya mih..mulai sekarang, tiap seminggu sekali saya pasti kesini, memek mami bakalan saya entot terus mih, mamih suka kan memeknya dientotin sama kontol saya mih..? suka kan mih? ” ocehku
” Iya mas…mamih suka sekali mas..suka dientotin sama kontol mas hendi yg gede pisan itu..uuuhhh” oceh kokom, menanggapi ocehanku.
Beberapa menit kemudian kucabut batang kontolku dari memeknya, kusuruh kokom untuk duduk dibibir bak mandi, lalu kubentangkan kedua kakinya sehingga lubang memeknya yg sudah licin berair tampak menganga, dengan tak sabar kubimbing batang kontolku memasui memeknya dan bless…dengan mudah kontolku masuk, dipeluknya tubuhku dengan erat, sementara kedua kakinya mengapit melingkar dipinggulku. Segera kupacu pantatku maju mundur, kontolku dengan mantap keluar masuk dilubang memeknya.
dengan bernafsu kokom melumat bibirku, kubalas lumatan kokom dengan tak kalah rakusnya, kuemut-emut lidahnya, kureguk air liur dari mulutnya, sehingga aksi kami kali ini tanpa adanya ocehan yg keluar dari mulut kami, kecuali suara pagutan mulut kami disertai dengan erangan tertahan. Semakin erat kokom memeluk punggungku, begitupun kakinya yg menjapit dipinggulku, kurasakan begitu kuat, sehingga sedikit mengganggu keleluasaan dalam memompa pantatku, namun itu bukanlah masalah.
Hingga beberapa saat kemudian, tubuh kokom mengejang, pelukan dan jepitan kakinya ditubuhku semakin kencang, nafasnyapun memburu, hangat kurasakan hembusannya, kokom mencapai klimaks namun kali ini tanpa diikuti dengan teriakannya yg panjang karna mulutnya kusumbat dengan pagutan mulutku, hanya lenguhan tertahan yg terdengar, dicengkramnya punggungku, hingga agak perih kurasakan. Dan akhirnya beberapa detik kemudian cengkraman dan jepitan kakinya mulai mengendor,hingga dilepasnya sama sekali, hanya senyumnya kini yg tersisa, tersenyum padaku.
Terlepasnya jepitan kaki kokom pada pinggulku, membuat gerakanku untuk memompakan pantatku semakin leluasa, kuhantamkannya pantatku maju mundur dengan sekuat tenaga, hingga tubuh kokom ikut bergoyang-goyang mengikuti irama kocokanku. Dan akhirnya aku mengerang panjang pertanda telah sampai diriku pada puncak kenikmatan.
” Aaaaaaaaaaaaaaaaaaaaahhhhhh……” hanya itu yg keluar dari mulutku, kutumpahkan seluruh spermaku didalam rahim kokom, nikmat kurasakan, seperti tuntas semuanya, fuuuuhh..legaaaaa…
Kukecup bibir kokom, dan kucabut batang kontolku dari dalam memeknya, kulihat cairan putih kental mengintip disela-sela lubang memek kokom yg ternyata adalah air maniku.
Kokom yg masih duduk dibibir bak mandi, mengangkat sedikit kedua kakinya sehingga lubang memeknya tampak menganga, dimasukannya jari tengah dan telunjuknya kedalam memeknya, dikorek-koreknya beberapa saat, lalu dikeluarkannya kembali, kali ini kedua jarinya itu telah terbaluri oleh air maniku yg kusemprotkan tadi.
” Sayang mas, mubajir…hi..hi..hi..” seraya dimasukannya kedua jari yg telah terbaluri air maniku itu kedalam mulutnya, dikulum-kulumnya beberapa saat sambil memejamkan matanya, seolah-olah sedang menikmati makanan yg lezat, untuk kemudian dikoreknya kembali lubang memeknya seperti sebelumnya dan kembali diemutnya, begitu seterusnya, sekitar lima kali dia melakukannya.
” Enak mih..? ” tanyaku
” Sedap mas, gurih-gurih asin hi..hi..hi..” jawab kokom sambil masih mengulum-ngulum jari telunjuknya.
Tampak begitu erotis bagiku apa yg dilakukan kokom itu, sehingga menginsfirasi bagiku untuk melakukan hal yg serupa, walaupun mungkin terlalu ekstrim.
“Mamih sih enak, sudah makan air maniku, tapi saya juga pingin mih..” ujarku
” Emangnya kepingin apa mas, sudah terlambat, sudah abis mamih makan hi..hi..hi..” ujarnya
” Bagaimana kalau saya minum air kencing mamih..?” ujarku, agak tersentak kokom mendengar ucapanku.
” Ah, mas hendi ada-ada saja, masa’ air kencing mamih mau diminum sih, jijik ah..” ujarnya
” Enggak apa-apa mih, saya suka, saya kepingin banget nih..tolong mih..” ujarku sedikit memelas
” Ya udah, kalau mas hendi emang kepingin sekali sih.. tapi bagaimana? ” ujarnya
Lalu aku berjongkok dibawah kokom yg masih duduk dipinggir bak mandi
” Ayo mih, mamih kencingin mulut saya..” pintaku, sambil kubuka mulutku lebar-lebar
Lalu kokom menyibakan memeknya dengan kedua tangannya, berkonsentrasi sejenak, dan surrrrrrr…. Mancurlah air kencingnya yg berwarna agak kekuningan, kutampung air kencing kokom didalam mulutku dan kuminum, namun begitu banyak air kencingnya yg memancur sehingga belum habis aku menelannya sudah penuh terlebih dulu air kencing itu dimulutku, sehingga sebagian bertumpahan kesekujur tubuhku dan kelantai kamar mandi, beberapa pancurannya mengenai wajah dan rambutku, hingga basahlah sekujur tubuhku oleh air kencingnya.
Sebuah sensasi yg gila memang, tapi entah mengapa aku begitu menyukainya, dan akhirnya berhentilah pancuran air kencing yg keluar dari memeknya, puas rasanya diri ini, sampai beberapa kali aku bersendawa.
” Memang enak mas..? ” tanya kokom
” Wow..sedap kom segaaarrr..” jawabku, lalu kokom diam sejenak, entah apa yg dipikirkannya.
” Kenapa mih, koq bengong..” ujarku
” Ah enggak, mas..mmm.. mamih mau juga dong, minum air kencing mas hendi, boleh enggak?” pintanya, malu-malu.
” Wow, dengan senang hati mih.. ayo sekarang mamih jongkok..” ujarku, seraya kokom segera jongkok sambil membuka mulutnya lebar-lebar.
Kuarahkan ujung kontolku tepat diatas mulutnya yg menganga, dan serrrrrrr… keluarlah air kencingku masuk kedalam mulutnya, tampak lehernya bergerak-gerak pertanda sedang menelan air kencingku, sebagian tumpah mengenai buah dadanya, ada beberapa semprotan yg sengaja kuarahkan kewajah dan rambutnya.
” Iya bagus mih..minum mih..biar mamih awet muda.. ini juga mih buat cuci muka, biar mamih tambah cantik.. ini lagi mih, untuk keramas..” godaku
Cukup banyak juga air kencingku yg diminum kokom, sebagian dibuatnya untuk membasuh wajahnya, dengan kedua tangannya digosok-gosoknya wajahnya menggunakan air kencingku, juga rambutnya seolah-olah seperti orang yg sedang keramas. Akhirnya berhentilah aliran air kencingku. Kubimbing tangan kokom untuk berdiri, kukecup bibirnya yg beraroma pesing air kencingku, kami berkecupan dengan mesra.
” Bagaimana mih, enak? ” tanyaku
” Wah, mantap mas, betul-betul enak.. lain kali lagi ya mas.. puas saya mas, sampai bertahak terus hi..hi..hi.. ” ujarnya, sesekali dibarengi dengan sendawa dari mulutnya bertanda cukup banyak air kencingku yg diminumnya.
Akhirnya kami mandi bersama, aku dimandikan kokom, dan setelah itu bergantian aku yg memandikannya, diselingi dengan tawa dan canda.
Selesai mandi kami keluar kamar mandi bersama beriringan, kokom hanya mengenakan handuk yg dililitkan ditubuhnya, sedangkan aku bertelanjang dada hanya mengenakan celana pendek, saat melintas ruang tengah kulihat lilis dan pak engkos berada disana sedang menonton tv. Nonton Bokep
” Wah penganten baru mandi bareng lama banget, ngapain aja nih…? Abah mau mandi jadi kelamaan nunggu tuh..” goda lilis
” Rahasia dong, pokoknya yg asik-asik lah.. hi..hi..hi..” jawab kokom genit, seraya tangannya dilingkarkan ke pinggulku, salah tingkah juga aku dengan adanya pak engkos disitu, bagaimanapunh dia adalah suaminya, namun dengan melihat sikap pak engkos yg hanya tersenyum, rasa tak enakku berangsur sirna.
Sore itu aku dan lilis berjalan-jalan disekitar desa, sambil menikmati indahnya senja di persawahan yg tak jauh dari rumah lilis.
Setelah lelah kami berjalan, kami duduk direrumputan dipinggir sawah, tampak begitu indah kulihat pemandangan persawahan dari sini, terutama pada senja itu, dengan matahari yg hanya tinggal beberapa saat lagi tenggelam dibalik gunung salak yg menjadi latar belakang persawahan itu, dengan cahayanya yg merah keemasan menyinari air sungai yg melingkar ditepi persawahan, air sungai tampak berkilat bagaikan emas, serasi dengan pohon-pohon kelapa yg tumbuh dipinggirnya yg menambah keindahan senja itu, suatu lukisan alam dengan komposisinya yg begitu sempurna.
Tak kurelakan momen yg indah itu untuk berlalu begitu saja dari hadapanku, seraya kukeluarkan ponselku, dan kuabadikan dengan kamera photonya, namun hasilnya tak seperti yg kuinginkan, ternyata hasil photo dari kamera ponsel memang kurang memuaskan, semestinya aku membawa kamera DSLR yg kutinggal dirumah, dengan kamera itu aku dapat mengatur diaprahgma,shutter speed,ISO, dan beberapa pengaturan yg lainnya, sehingga bisa menghasilkan gambar sesuai dengan keinginanku, terutama efek siluet yg kuinginkan untuk momen sunset seperti ini.
“Pulang yuk mas, udah mahgrib nih..? ” ajak lilis, dan kamipun pulang. Sepanjang perjalanan yg menyusuri pematang sawah sesekali kami menjumpai petani yg baru pulang bekerja dengan senyumnya yg ramah kepada kami, berhenti beberapa saat untuk kemudian berbincang-bincang dengan lilis dengan menggunakan bahasa daerah yg tak sepenuhnya kumengerti, untuk kemudian kami lanjutkan lagi perjalanan pulang.
Hari mulai sedikit gelap, dilangit kulihat burung-burung mulai pulang kesarangnya, seolah melakukan pergantian shift dengan kelelawar yg justru baru keluar dari sarang mereka setelah tidur sepanjang siang hari. Lapat-lapat terdengar suara azan mahgrib dari desa sebelah, ya, dari masjid atau surau didesa sebelah, bukan dari desa ini, karna didesa X ini memang tak ada satupun masjid atau surau,
begitupun gereja dan tempat ibadah lainnya, sehingga masyarakat didesa lain sering mengatakan bahwa desa X ini sebagai desa yg jauh dari tuhan, kampung kafir, kampungnya orang gak bermoral, atau apalah lagi sebutan mereka, sehingga desa X ini menjadi desa yg tersisih dan terisolir, bahkan dalam pembangunanpun desa ini juga terdiskriminasikan, dan tidak terjangkau atau tepatnya tidak ingin dijangkau oleh aparatur pembangunan,
sebagai contoh adalah jalan, sewaktu dari Jakarta kesini tadi, kami melintasi jalan didesa sebelah yg jalannya sudah beraspal, namun begitu telah tiba memasuki wilayah desa X ini, aspal itu terputus sampai disitu, sehingga mobil temanku harus menyusuri jalan tanah yg becek, itu baru salah satu contoh, belum lagi dengan fasilitas yg lainnya seperti puskesmas, sekolah dll, disitu tak tersedia, sehingga untuk keperluan itu warga desa X harus mendapatkannya ke desa lain.
pernah suatu hari seorang camat berkunjung kedesa itu untuk sekedar bersosialisasi dengan penduduk sekitar, namun apa yg didapat, cemo’oh dan hujatanlah yg diterimanya dari warga dan beberapa tokoh masyarakat, dianggap camat yg mendukung kemaksiatan lah, camat kafir lah, dan buntut-buntutnya beberapa bulan kemudian sang camat sudah berganti orang, konon dituntut mundur oleh warga, semenjak itu aparat birokrasi seolah enggan untuk menjamah desa itu, dan desa itu mungkin dianggap tak ada didalam tata wilayah daerah.
Bukan sekali dua beberapa tokoh agama berusaha untuk mengubah pola hidup mereka, baik dengan pendekatan yg halus atau radikal, namun sama sekali tak membawa hasil, mereka tak bisa merubah apapun dari desa itu, desa X tetap berjalan dengan iramanya sendiri, irama yg menurut mereka benar, mereka menjalankan hidup mereka sesuai dengan hati dan rasa mereka, yg berpedoman dengan tidak merugikan diri sendiri, diri orang lain, dan juga alam, itulah irama yg mereka jalankan, irama yg sederhana sebenarnya.
Dengan pola pemikiran dikehidupan mereka yg seperti itu, walaupun tidak tertulis, namun mereka menjalaninya dengan konsisten, dan itu telah ter mind-set dalam pikiran mereka semenjak mereka lahir. Dengan demikian praktis memang didesa itu tak pernah terjadi pencurian, perkelahian, apalagi tawuran antar warga, karna berpulang dari prinsip mereka itu tadi, yaitu tidak ingin melakukan tindakan yg merugikan diri sendiri dan merugikan orang lain, tidak juga merugikan alam.
Hal itu memang kurasakan tadi saat jalan berkeliling desa dengan lilis, disitu kurasakan betapa masyarakatnya begitu ramah, senyum dan tegur sapa selalu kutemukan dari wajah-wajah mereka, dan mereka saling menghargai satu sama lain.
Akhirnya kami sampai dirumah, makan malam telah tersedia dibalai-balai bambu, tak jauh berbeda menunya dengan siang tadi, menu yg menggoda selera, dan seperti tadi siang pula dua piring nasi kandas didalam perutku.
Selaesai makan kami duduk bersantai diruang tengah sambil menonton tv, lilis berbaring dilantai yg beralaskan tikar pandan, sedang pak engkos duduk dikursi sambil tak henti-hentinya merokok, bagaikan asap cerobong kereta api yg senantiasa mengepul tak putus-putus, kulihat asbak dimeja disampingnya hampir penuh oleh puntung rokok keretek. Sementara aku duduk dikursi panjang semacam sofa, hanya tak layak untuk disebut sofa karna hanya terbuat dari kayu dan tanpa plitur, juga tak ada busa sebagai pelapisnya, dan kokom entah kemana, mungkin sedang sibuk mencuci piring sisa makan malam kami.
Beberapa menit kemudian kokom muncul dengan dua gelas berisikan kopi panas, satu untuk pak engkos suaminya itu, dan yg satu untuk ku.
” Ayo diminum, mumpung masih panas..” ujarnya, seraya dihempaskan dirinya duduk disampingku.
” Masih panas diminum, bisa melepuh dong mulut saya mih..” ujarku menggoda, yg dibalas oleh cubitan kokom diperutku.
Untuk beberapa saat kami cukup serius menyaksikan tayangan sepakbola piala AFF antara kesebelasan Indonesia melawan Laos, hingga keseriusan kami terhenti sejenak setelah dibunyikannya pluit oleh sang wasit pertanda babak pertama telah usai, untuk sementara kesebelasan kesayangan kita unggul 2-0.
Sementara menunggu babak kedua dimulai, kokom yg duduk satu kursi denganku mulai merapatkan tubuhnya padaku, mula-mula diusap-usapnya pahaku, lalu tangan itu terus merayap menyentuh-nyentuh kontolku, hingga “adik kecilku” itu terbangun.
” Wah, mas hendi kontolnya mulai bangun nih…” goda kokom, lilis yg sedang berbaring menengok sesaat kearah kami.
” Aduuuhh..penganten baru, mesra terus nih, belum puas nih dari tadi..” goda lilis
Tak enak hati juga aku, karna pak engkos masih ada disitu, aku hanya senyum-senyum saja, canggung dengan pak engkos.
Seolah paham dengan yg aku rasakan, pak engkos beranjak dari situ.
” Abah mau tidur dulu ya, ngantuk nih..” ujarnya, sebenarnya aku yakin pak engkos belum mengantuk, terlihat begitu antusiasnya tadi dia menyaksikan pertandingan dibabak pertama, dan tentu sudah tidak sabar lagi untuk menyaksikan babak kedua.
Sepeninggalan pak engkos aku menjadi lebih leluasa, kukecup bibir kokom yg masih asik memijit-mijit batang kontolku yg masih terbungkus celana pendek, koni kokom menarik celana pendekku dan mencampakkannya dilantai sehingga batang kontolku menyembul keluar setengah tegak, kokom turun dari kursi disampingku, kini dia berjongkok dengan wajahnya menghadap keselangkanganku, digenggamnya batang kontolku, dijilatinya dengan lembut sekujur kontolku mulai dari lubang pipisku, sampai kebiji pelirku, nikmat kurasakan hingga aku mendesah, tak kuhiraukan ocehan-ocehan lilis yg terus menggoda kami.
Kini kokom mulai mengulum batang kontolku, kepalanya bergerak maju mundur dengan berirama, sementara tangan kanannya digunakan untuk menggenggam pangkal batang kontolku, tangan kirinya digunakan untuk meremas-remas kantong pelirku.
Tampaknya lilis tak tahan melihat aksi kami, dilucutinya seluruh pakaiannya hingga kini lilis benar-benar bugil, lilis naik dan berdiri diatas kursi yg aku duduki, dikangkanginya wajahku, sehingga memeknya tepat berada diwajahku, sementara kedua tangannya bertumpu pada dinding kayu yg berada tepat dibelakang kursi,.
” Ayo mas, jilatin memek lilis mas.. mas hendi curang ya, tadi ngentot sama mamih lilis enggak diajak..” ujarnya manja, dengan rakus segera ku”makan” memek yg ada dihadapanku itu, kujilati seluruh areanya, tak terkecuali dinding bagian dalamnya kukerek-korek dengan lidahku.
” Zzzzzz..aaaaahhh enak mas..terus jilatin memek lilis mas…” gumamnya
Tampaknya birahi lilis semakin tinggi ditandai dengan memeknya yg mulai basah, asin-asin gurih kurasa cairan pelumas yg mulai membaluri memeknya. Kini lilis menggosok-gosokan dan menekan-nekan memeknya dengan kasar kewajahku, sampai-sampai belakang kepalaku terbentur-bentur dinding kayu dibelakang kursi.
Beberapa saat kemudian lilis turun dari kursi, kini lilis memposisikan dirinya menungging dilantai yg beralaskan tikar pandan.
” Ayo mas, entot lilis mas..biar mamih nanti saja, kan mamih tadi sudah…” ujarnya.
Kusuruh kokom untuk “merelakan” kontolku keluar dari hisapan mulutnya, kuhampiri lilis yg menungging, kupegang batang kontolku dengan tangan kanan, dan bless.. masuklah kontolku kedalam memeknya yg sudah basah oleh cairan birahi, bersamaan dengan itu pula dari pesawat televisi pluit babak kedua pertandingan sepakbola berbunyi, bertanda pertandingan segera dilanjutkan, begitu juga dengan pertandinganku dengan kedua wanita-wanita yg cantik dan seksi ini.
Kupompakan pantatku maju mundur mendobrak pertahanan lilis, begitu juga dengan pertandingan sepakbola ditv pemain-pemain Indonesia mulai menggebrak pertahanan laos dengan gencar.
Hingga beberapa menit kemudian lilis mencabut kontolku dari memeknya , lalu dia mendekatiku
” Mas, lilis ingin lubang dubur lilis dientot, seperti yg difilm tadi, boleh ya mas..mas hendi mau kan ngentotin dubur lilis..mau ya mas..? ” pintanya memelas, seolah begitu memohon
” Sudah tentu sayang, mas akan dengan senang hati ngentotin lubang dubur lilis..” ujarku seraya kukecup bibirnya dengan mesra.
Mendengar jawabanku lilis tampak begitu senang, sambil memekik kegirangan digoyang-goyangkannya tubuhnya seolah seperti menari.
” Horeeee…asik, mas hendi mau ngentotin lubang dubur lilis, makasih ya mas hendi…” ujarnya sambil diciuminya bibirku berkali-kali.
Kini lilis kembali denganposisi menungging, kujilati sebentar lubang anusnya, kuludahi beberapa kali, kuraih kepala kokom agar dia mengoral kontolku, dioralnya batang kontolku oleh kokom, setelah itu kusuruh kokom untuk membaluri batang kontolku dengan air ludahnya, setelah kurasa cukup banyak air ludah membaluri kontolku dan kupikir itu cukup sebagai pelumas didalam lubang anus lilis nanti.
Kuarahkan batang kontolku tepat kelubang anus lilis, dan bless..masuklah ujung kontolku kedalam lubang anus lilis, terlihat dari pesawat tv bola menjebol gawang laos, gol tambahan untuk tim Indonesia,tepat bersamaan dengan masuknya kontolku kedalam anus lilis.
” Aaaaahhh… agak sakit mas, pelan-pelan.. ” erang lilis pelan
” Enggak apa-apa lis, sakitnya cuma sebentar koq..sebentar lagi kamu pasti keenakan..” ujarku
Mulailah kudorong lebih kedalam batang kontolku hingga tandas seluruh batang kontolku memasuki lubang anusnya, lilis masih merintih, lalu mulai kupompakan maju mundur, namun tak terlalu cepat, aku paham anus lilis belum familier dengan gesekan-gesekan.
Hingga beberapa saat kemudian kulihat lilis mulai enjoy, kini lilis mulai dapat menikmati penetrasi dari lubang anusnya, itu ditandakan dengan senyum yg mulai menghiasi wajahnya, yg sebelumnya merintih kesakitan kini berganti dengan merintih nikmat.
” Zzzzzzz…aaaaahhh.. enak mas, ternyata sekarang enak mas.. aaahh nikmaaaattt..” gumamnya.
Sementara kokom yg sebelumnya hanya bengong menyaksikan aksi sodomiku dengan lilis, kini dia mendekatiku dan berkata setengah berbisik ditelingaku.
” Mas hendi, sambil ngentotin dubur lilis, mas hendi jilatin juga dubur mamih ya mas..biar mas hendi puas dapat sekaligus dua lubang dubur hi..hi..hi..” ujarnya, sebuah ucapan vulgar yg membuatku semakin bergairah, kukecup bibirnya.
” Iya mih..ayo mih, aku jilatin lubang dubur mamih, cepet mih..” ujarku tak sabar
Kini kokom bangkit berdiri, dia berdiri mengangkangi lilis yg menungging, posisinya membelakangiku, sehingga pantatnya tepat berada dihadapanku, seraya disibaknya lubang anusnya dengan kedua tangannya, sehingga memperlihatkan lubang anusnya yg menganga dengan warna agak kemerahan, begitu bernafsu aku melihatnya.
” Ayo mas, jilatin lubang dubur mamih…” pintanya manja
Segera dengan rakus kijilati lubang anusnya yg menganga, nikmat kurasakan, sebuah sensasi yg luar biasa, batang kontolku menyodomi anus lilis, sementara mulutku menikmati anus ibunya, wuiihh..mantap, sungguh berkah, pikirku.
Sementara lilis semakin liar, lilis yg untuk pertama kalinya melakukan sodomi rupanya dia merasa mendapatkan kenikmatan tersendiri yg tidak dirasakan saat penetrasi dengan lubang memeknya.
“Aaaaaahhhh…enak mas..terus mas, entotin lubang dubur lilis mas, rasanya nikmat, terasa sampai ke ulu hati aaaahhh…” oceh lilis, sambil tangan kirinya mengobel-ngobel lubang memeknya.
Semakin bersemangat aku memompakan kontolku menghujami anus lilis, yg sebelumnya aku memompakannya hanya dengan pelan, kini telah dengan kecepatan penuh, hingga tubuh lilis ikut terguncang-guncang.
Sementara makin rakus aku menjilati lubang anus mamih, sesekali kusedot anus itu, atau kubenamkan wajahku kedalamnya, sehingga wajahku menyusup masuk kedalam belahan bokongnya yg besar dan montok itu.
” Zzzzzz…uuuuhhh… terus mas..terus jilatin lubang dubur mamih mas, lubang pantat mamih, lubang tai mamih..hi..hi..hi..” ujarnya
Hingga beberapa menit kemudian tubuh lilis tampak mulai mengejang, semakin sepat lubang memeknya dikocok-kocok dengan jari-jarinya, rupanya lilis telah sampai pada puncak birahinya
” Aaaaaaaahhhhh….lilkis keluar maaaaaaaasssss….” Setelah teriakan keras yg terakhir itu tubuh lilis terdiam, klimaks untuk yg pertama kalinya dalam kenikmatan anal seks.
Melihat lilis yg sudah tak berdaya, kokom segera menjauhkan lubang anusnya dari wajahku, seraya dia menungging disamping lilis.
” Mas, sekarang entotin lubang dubur mamih.. langsung lubang dubur mamih aja ya mas, enggak usah dimemek dulu, soalnya mamih belum pernah, kalau lubang memek kan sudah sering.. ayo mas, mamih udah kepingin nih.. cepet dong mas..” pinta kokom
Kucabut batang kontolku dari anus lilis, dan kuhampiri kokom yg menungging, pantatnya yg montok tampak lebih besar dan bulat dalam posisi menungging seperti itu, kujilati sejenak, kuludahi beberapa kali seperti yg tadi kulakukan pada lilis, setelah cukup kutancapkan kontolku pada lubang anusnya, seperti juga lilis, untuk pertama kalinya kokom merintih sakit, namun tak sampai satu menit, rintihan kokom berubah menjadi rintihan nikmat.
” Aaaaaahhhh… terus mas, entotin lubang dubur mamih…aaaahhh..” ujarnya
” Enak mih.. lubang pantatnya saya entot..? enak ya mih..? ” ocehku, sambil terus memompakan batang kontolku dalam lubang anusnya
” Iya mas, sedap mas…mas hendi harus ngentotin lubang dubur mamih terus ya mas, aaahhh” jawab kokom
” Lubang apanya lis yang dientot..? ” tanyaku, menggoda
” Lubang dubur mamih mas, lubang pantat, lubang tai, lubang berak hi..hi..hi..” jawab lilis, sambil tertawa merasa lucu dengan ucapannya itu.
Kini tangan kananku kugunakan untuk mengobel-ngobel lubang memek kokom, sambil terus aku memompakan pantatku maju mundur, kokom tampak semakin blingsatan, basah kurasakan tanganku oleh cairan memeknya, semakin cepat kukobel-kobel jari tengah dan jari telunjukku yg sekaligus masuk dalam lubang memeknya.
Sedang asiknya aku menikmati lubang pantat kokom, iba-tiba pak engkos muncul
” Maaf mengganggu.. saya cuma mau ambil korek api saya yg ketinggalan, maaf…” ujar pak engkos, sambil membungkuk-bungkukan badannya. Sial.., pikirku, dia melihatku sedang menyodomi istrinya, namun dengan sikapnya yg masih ramah seperti itu tadi, sikap yg tak sedikitpun menunjukan rasa tidak senang atau tersinggung, aku merasa itu bukanlah suatu masalah, sepertinya pak engkos memang sudah rela istrinya diperlakukan apapun olehku, selama istrinya itu suka dan tidak keberatan barangkali. dan kalau dilihat dari ekspresi kokom saat itu, yg tentu saja juga telah dilihat oleh pak engkos tadi, adalah ekspresi kenikmatan, mungkin dalam hatinya tadi pak engkos berkata “wah, rupanya istriku suka sekali disodomi.. begitu menikmatinya dia, sukurlah kalau itu memang membuatnya bahagia” mungkin itu yg pak engkos pikirkan, semoga saja.
Beberapa menit kemudian kokom mencapai puncak kenikmatan , disertai dengan pekikan yg cukup keras, begitu banyak kurasakan cairan yg membasahi memeknya sehingga saat tanganku mengobel-ngobel memeknya berbunyi clok..clok..clokk.. akhirnya kokom diam, tuntas sudah birahinya.
Hanya selang beberapa detik, tubuhku mulai mengejang, kocokan batang kontolku dilubang pantat mamih semakin kencang, dan crottt..crott..crott.. kutumpahkan seluruh air maniku didalam lubang dubur kokom, nikmat rasanya.
Tiba-tiba lilis sudah berada disampingku, ditariknya batang kontolku yg masih menancap didalam lubang anus kokom, lalu dikulumnya dengan rakus, sepermaku yg melekat pada batang kontolku ditelannya, lalu dikocok-kocoknya batang kontolku dengan harapan masih keluar satu atau dua tetes air mani, namun setelah dirasakannya tidak ada setetespun spermaku yg keluar, tampak terlihat raut wajahnya yg kecewa, lalu terdiam sejenak, kemudian tersenyum, entah apa arti senyumnya itu, seolah-olah lilis mendapatkan suatu yg cemerlang.
Ternyata lilis mendekati lubang anus ibunya yg masih dalam posisi menungging, dari sikapnya itu aku mulai mengerti dengan apa yg akan dia lakukan.
” Tunggu lis, biar aku bantu..” ujarku.
Kusuruh lilis untuk telentang tepat dibawah pantat kokom, sambil membuka mulutnya dengan lebar, setelah itu kukorek-korek lubang anus kokom, lalu kutarik, surrrrr.. mengalirlah air maniku yg tersimpan didalam lubang anusnya, mengalir keluar dan menetes tepat kedalam mulut lilis yg menganga lebar, kembali kukorek anus kokom, keluar lagi sisa-sisa sperma dari dalam namun kali ini tidak sebanyak sebelumnya, lalu lilis menelan seluruh air maniku yg tertampung dimulutnya, setelah habis lilis bangun dan dijilatinya lubang anus ibunya itu dengan rakus untuk mendapatkan sisa-sisa spermaku yg masih melekat, sebuah aksi yg sensual bagiku, yg membuat jantungku berdebar.
” Bagaimana, enak lis..? ” ujarku, sambil memasukan jari telunjukku yg masih melekat sisa-sisa spermaku kedalam mulutnya, dengan rakus lilis mengulum jari telunjukku itu.
” Enak mas, sedap..rasanya tambah enak, mungkin karna bercampur dengan bau dubur mamih, jadi lebih gurih hi..hi..hi..” jawabnya, yg langsung kukecup mulutnya itu, kurasakan aroma air maniku pada mulutnya.
Kokom yg sebelumnya masih dalam posisi menungging, kini duduk dan menghampiriku
” Mas, minta lagi dong, seperti yg tadi dikamar mandi..” pinta kokom, kulihat lilis penasaran dengan apa yg diminta ibunya itu
” Minta apa-an sih mih..? ” ujar lilis
” Iya nih mamih, minta apa sih..? ” ujarku, berpura-pura tak tau
” Ah, mas hendi pura-pura, itu lho, air kencing mas hendi, ayo dong mas..mamih udah kepingin nih,,” ujarnya merajuk, kulihat lilis mengerutkan alisnya, sepertinya dia belum paham dengan yg dimaksud kokom.
” Oke deh..kalau emang mamih sudah kepingin..” ujarku
Tiba-tiba kokom menggulung tikar pandan yg tergelar dilantai, mungkin maksudnya agr tikar itu jangan sampai basah terkena air kencing.
“Ayo mas.. mamih udah enggak sabar nih aaaaakkkk..” ujarnya sambil jongkok dilantai dan membuka mulutnya dengan lebar, bersiap menerima kucuran air kencingku,
Aku berdiri menghadap kokom, kuarahkan batang kontolku sekitar 50cm dari mulut kokom yg menganga, memang sengaja untuk tidak terlalu dekat dengan maksud agar terlihat pancurannya, itu akan lebih sensasional pikirku, kulirik lilis yg masih melongo, dan.. suuuuurrrrr mengucurlah air maniku tepat tertuju kedalam mulut kokom yg langsung ditelannya, belum lagi habis air kencing dimulutnya tertelan, sudah banyak lagi supply air kencing yg keluar dari lubang pipisku membanjiri mulutnya, sebagian ada tumpah dilantai, sebagian membasahi wajahnya, kulihat lilis yg duduk disamping kokom tampak takjub, akhirnya berhentilah kucuran air kencingku.
” Mih.. lilis minta dong mih..” ujar lilis, sambil membuka mulutnya.
Sisa air kencingku yg masih tertampung didalam mulut kokom kali ini tidak ditelannya, seraya kokom berdiri dan membungkukan badannya sehingga wajahnya tepat berada diatas wajah lilis yg duduk sambil menganga, dimuntahkannya air kencingku dari mulut kokom kedalam mulut lilis, lilis langsung menelannya dengan rakus, sepertinya lilis belum puas, diraih kepala ibunya itu dan dikecupnya dengan rakus, sehingga mereka saling berpagutan, betul-betul aku disuguhi aksi yg erotis oleh ibu dan anak ini.
” Huuhhh…sedap mas, segaaaaarrrr…” ujar kokom
” Wah, rupanya mamih tadi sore sudah minum air kencing mas hendi dikamar mandi ya, curang enggak ngajak-ajak..” protes lilis
” Hi..hi..hi.. rahasia dong… ” ujar kokom, menggoda anaknya itu.
” Bukan cuma itu lis, tapi mas hendi juga sudah minum air kencing mamih ..he..he..he.. makanya sekarang giliran mamih yg kencingin saya, sekalian kamu juga lis, biar banyak, biar mas hendi kenyang..” ujarku
Aku duduk dilantai sambil membuka mulutku lebar-lebar, siap menantikan cairan yg menurutku begitu menyegarkan mengalir masuk kemulutku dan tentunya akan kuhirup dan kuminum sepuasnya.
” Ayo dong aku udah enggak sabar nih, menikmati air kencing kalian yg segar dan nikmat itu aaaakkk..” ujarku, seraya membuka mulutku selebar yg aku bisa.
Kokom dan lilis bersiap dengan aksinya mereka berdiri tepat didepanku dengan memek yg menganga siap untuk mengeluarkan air seninya, disibakannya memek mereka dengan kedua tangannya, dan..currrrrrr.. keluarlah kucuran air kencing dari memek kokom, yg tak lama berselang diikuti oleh lilis, dua kucuran dari arah yg berbeda bermuara kesatu pusat, yaitu kedalam mulutku yg menganga lebar, langsung kutelan dengan rakus, begitu banyak air kencing yg mengucur hingga kewalahan aku dibuatnya.
” Ayo mas..minum mas.. nih mas, buat cuci muka mas, biar tambah ganteng hi..hi..hi..” ujar kokom menggodaku.
Terasa kembung perutku meminum begitu banyak air kencing dari kokom dan lilis, hingga sebagian tumpah kelantai dan sebagian lagi kugunakan untuk membasuh wajahku.
Akhirnya berhentilah aliran air kencing dari keduanya, namun dimulutku masih tertampung penuh air kencing mereka, aku berdiri dan kudekati lilis, kubuka mulutnya dengan tanganku, dia mengerti maksudku hingga dibukanya mulutnya leber-lebar dan kumuntahkan isi dari mulutku kedalam mulutnya yg dengan rakus langsung ditelannya.
” Bonus kusus dariku lis, kan kamu tadi masih kurang he..he..he..” ujarku, seraya kukecup bibir lilis
” Makasih mas, nikmat juga..tapi ini kan air kencing mamih dan lilis sendiri hi..hi..hi..” jawabnya
Bersamaan dengan itu dari televisi terdengar wasit telah meniup peluit panjang bertanda selesai pertandingan antara kesebelasan Indonesia vs Laos, Indonesia menang telak 6-0. Begitupun dengan permainan kami yg telah selesai untuk malam itu, akhirnya kamipun mandi bersama untuk membersihkan tubuh kami yg sudah berbau sedemikian rupa, bau keringat bercampur dengan bau air kencing.
Keesokan sorenya aku balik kejakarta, setelah pagi dan siang harinya aku masih menikmati pesta seks dengan lilis dan kokom tentunya, kuberikan lilis uang sebesar 300ribu, seperti yg dikatakan herman, begitupun kokom kuberikan dengan jumlah yg sama, pak engkos sebagai suami kokom yg telah merelakan istrinya kunikmati selama sehari semalam kuberikan dia 50ribu sekedar untuk beli rokok.
Hartop tua herman telah terparkir dihalaman rumah itu, lilis dan kokom mengantar kepergianku sampai aku memasuki mobil herman.
” Hati-hati dijalan mas, jangan lupa minggu depan kesini lagi ya mas..” ujar lilis, seraya mengecup bibirku
” Terima kasih banyak mas hendi, minggu depan kami tunggu.. hati-hati dijalan..” ujar kokom, juga dikecupnya bibirku, kulihat herman mengerutkan alisnya saat melihat kokom mengecup bibirku, entah apa yg dipikirkannya.
” Makasih jang..sering-sering dateng kesini ya..” teriak pak engkos, yg duduk diteras rumah.
Akhirnya mobil herman meluncur menuju Jakarta, dari kaca spion masih kulihat lilis dan kokom melambaikan tangan.
” Hen, elu koq tadi ciuman sama ibunya lilis..? ” tanya herman heran, yg kujawab hanya dengan senyum.
Malam mulai menyelimuti desa X, kepergianku meninggalkan desa yg unik itu diiringi oleh nyanyian jangkrik dengan iramanya yg khas, yg selalu konsisten mereka nyanyikan disetiap malam hari tanpa pernah merubah arasemennya sedikitpun, seperti halnya dengan irama kehidupan didesa X itu, yg tetap berjalan dengan iramanya sendiri, yg tetap mereka mainkan secara konsisten, tak pernah berubah walau oleh pengaruh apapun.
Post a Comment