PEMUAS IBU TIRI KEMBAR

 


1. TERPESONA KECANTIKAN DUA PEREMPUAN

Kenakalan namaku Rey, aku masih duduk di bangku kelas tiga SMA, usiaku saat ini 20 tahun. Sakit itu seketika jam tiga, ketika aku pulang sekolah menggunakan motor sport, ketika masuk halaman rumahku tiba-tiba saja aku berhenti sejenak ketika melihat ada sebuah mobil asing yang terparkir di halaman rumah.


"Pak. Ada tamu yah?" tanyaku kepada pak Maman, seorang satpam di rumahku.


"Iya, Den. Sebentar lagi pasti bos muda akan mempunyai ibu baru," ucap pak Maman yang seketika membuat aku kebingungan.


Aku teringat memikirkan maksud dari kata pak Maman. Karena penasaran akhirnya aku segera masuk ke dalam rumah, sesudah memasukan motor ke garasi rumah, dengan perasaan yang sedikit gugup aku berjalan perlahan untuk segera masuk ke dalam.


"Izin," ucapku dari luar pintu.


Terlihat ayahku tersenyum ketika melihat aku datang, ia tampak menyambut dengan hangat. Oh ya, ayahku bernama Hardi, usianya sekitar empat puluh tahun. Beliau sudah lama menduda, setelah bercerai dengan ibu sepuluh tahun yang lalu, beliau tidak pernah menikah lagi. Namun entah kenapa kali ini aku dibuat kaget ketika ayahku mengenalkan aku kepada dua orang perempuan cantik, dan terlihat masih muda. Setelah aku melihat baik-baik wajah dari kedua perempuan itu sangat mirip.


“Ini kenalin, Tante Aina dan Aini,” ucap ayahku sambil menunjuk kearah mereka.


Aku pun langsung menyalaminya dan memperkenalkan namaku. Entah kenapa aku benar-benar tegang ketiga ada orang baru di dalam rumah ku.


"Ini Rey. Dia anak aku satu-satunya," ucap ayahku memberitahu mereka.


Kedua perempuan itu tersenyum senang. Meski dalam keadaan tegang, aku benar-benar takjub melihat Tante Anini dan Aina, wajah yang benar-benar cantik dan benar-benar sama bertahan, Hingga sulit untuk membedakannya. Saat itu ayahku menjelaskan kepadamu tentang kedua perempuan itu. Ayahku ternyata ingin menikahi mereka berdua dan menjadikan ibu buat aku.


Aku kaget mendengar penjelasan yang disampaikan oleh ayah. Saya merasa setuju untuk mempunyai ibu tiri. Namun di samping itu aku juga merasa kasihan dengan ayahku, yang memang membutuhkan peran seorang istri. Disitu pikiranku benar-benar bingung untuk memutuskan.


“Jika kamu masih bingung, kamu bisa berpikir-pikir dulu, Rey. Papah juga tidak akan memaksa kamu buat menerima Tante Aina dan tante Aini menjadi ibumu,” ucap ayahku terlihat serius menatap ke arahku.


Aku hanya diam, aku merasa kasihan melihat ayahku yang terlihat ingin sekali mempunyai istri pengganti setelah lama menduda. Tapi saat itu aku berpikir, betapa hebatnya ayahku bisa mendapatkan perempuan kembar berparas cantik dan usianya sekitar 25 tahunan, jauh lebih muda dibandingkan ayahku. Sedangkan usiaku haya terpaut lima tahun saja dengan mereka berdua.


"Begini, Rey. Tante sama tante Aini sudah siap untuk dinikahi oleh papah kamu, kami berdua juga pasti akan mengurusnya dan akan menganggap kamu anak kami," ucap tante Aina tersenyum.


Dari cara bicara dan wajahnya memang mereka berdua terlihat dewasa, dan tidak memandang fisik dan usia. Terlihat jelas jika kedua perempuan itu tulus untuk menjadi orang tuaku. Aku belum bisa memberikan jawaban, aku perlu menyarankan baik-baik untuk benar-benar bisa menerima mereka berdua menjadi ibu ku.


"Pah. Aku minta waktu yang, nanti aku berpikir dulu, kalo untuk sekarang aku belum bisa memberikan jawaban," ucapku.


"Iya, Rey. Papah mengerutkan kok," jawab ayahku tersenyum.


Setelah tiba kita kemudian makan bersama. Saat itu yang aku lihat tante Aina dan tante Aini terlihat tidak malu-malu untuk membantu pekerjaan pembantuku yang bernama mbak Eni. Sedikit demi sedikit aku mulai merasa yakin dengan mereka berdua. Kedua perempuan itu terlihat sangat perhatian terhadapku, dan aku merasakan betul setelah cukup lama aku tidak mendapatkan perhatian seorang ibu akibat perceraian.


Aku tidak tahu bertahan kenapa ayahku dulu bisa bercerai dengan ibuku, namun setelah aku sering mendengar dari ayahku, ternyata mereka bercerai karena waktu itu usaha ayahku bangkrut hingga munculah bentrok karena ekonomi yang berujung perceraian. Beruntungnya kini ayahku bisa kembali menjalani bisnisnya dan bahkan lebih sukses dari beberapa tahun yang lalu, Hingga kehidupanku berubah drastis.


"Makan yang banyak, Rey. Tante tambahin ya nasinya," ucap tante Aini tersenyum.


"Boleh, Tante," jawabku tersenyum.


Aku mulai yakin terhadap mereka berdua yang memang terlihat perhatian terhadap ayahku dan juga aku sendiri. Setelah cukup lama kita makan bersama ngobrol-ngobrol, akhirnya ayahku pamitan untuk mengantarkan mereka segera pulang dan aku langsung mengemudi menuju kamar.


***


Malam itu pukul 19:30 Aku masih sibuk memikirkan tentang kedua perempuan itu yang akan menjadi ibuku. Aku benar-benar kagum dengan kecantikan mereka, hingga aku merasa bangga dengan ayahku yang bisa mendapatkan perempuan kembar yang memiliki paras yang cantik dan bertubuh molek.


Aku yang tidak pernah memiliki pikiran aneh, tiba-tiba saja pikiran seperti itu datang merasuki pikiranku. Setelah berfikir dan menimbang-nimbang akhirnya aku merasa mantap untuk mengiyakan keinginan ayahku untuk menikah lagi. Ketika aku mengerti, tiba-tiba saja aku dikagetkan dengan suara ketukan pintu.


Waktu


Waktu


Waktu


“Masuk aja… Enggak dikunci kok,” ucapku sedikit memaksakan suara.


Pintu itu pun terbuka, ternyata mbak Eni yang datang sambil membawakan minuman coklat hangat kesukaanku.


“Ini minumannya, Den,” ucap mbak Eni sambil meletakan minuman itu di atas mejaku.


“Makasih, Mbak,” ucapku tersenyum.


Hadirnya mbak Eni, akhirnya saya mencoba untuk meminta pendapatnya tentang kedua perempuan yang akan menjadi istri ayahku.


“Mbak, aku nanya nih,” ucapku terhenti mbak Eni yang akan keluar kamarku.


"Nanya apa, Den?" tanya mbak Eni kebingungan.


"Duduk dulu sini, Mbak. Ada hal serius yang mau aku tanyakan," pintaku kepada mbak Eni.


Akhirnya mbak Eni pun duduk, saat itu aku langsung menanyakan perihal kedua perempuan itu.


“Menurut mbak sih bagus lah, Den. Kan kasihan juga tuan udah lama gak ada yang nemenin tidurnya, terus juga kan Den Rey ini kan nanti dapat perhatian dari seorang ibu,” ucap mbak Eni menjelaskan.


“Iya sih, Mbak,” ucapku pelan.


"Udah setuju aja, Den. Kasihan papah kamu." Mbak Eni terlihat sangat setuju jika papah menikah lagi.


Aku memanggut-manggutkan kepala mengerti dengan apa yang disampaikan oleh mbak Eni. Setelah mendapatkan pendapat dari mbak Eni, aku semakin mantap untuk mempersilahkan papah untuk menikahi kedua perempuan itu.


Setelah mbak Eni keluar kamar, aku langsung merebahkan tubuhku di atas tempat tidur. Aku merasa plong dan tinggal bilang sama papah jika aku setuju. Namun aku masih kebingungan, dan merasa tidak yakin dengan papah ku yang memang sudah berusia bisa dibilang tua, apakah nanti akan memiliki anak lagi atau tidak.


Saat itu pikiran kotorku muncul, terlebih lagi ketika membayangkan lekuk tubuh tante Aina dan tante Aini yang benar-benar sangat montok, hingga tak sadar batang kejantananku berdiri.


“Wah bahaya, kenapa pikiranku kotor sih? Aneh,” ucapku meras kesal dengan diriku sendiri.


Namun aku tidak bisa membuang jauh-jauh pikiran itu. Wajah cantik kedua perempuan itu masih terus terbayang di kepalaku, hingga membuat batang kejantananku semakin bertambah. Entah kenapa pikiran seperti ini tidak pernah datang, namun anehnya setelah melihat kedua perempuan itu otaku menjadi kotor.


0 Comments

Post a Comment

Post a Comment (0)

Previous Post Next Post